
Oleh: Afifah (Muslimah Brebes)
Linimasanews.id—Publik kembali dihebohkan dengan temuan Minyakita oplosan dan kemasan yang tidak sesuai takaran. Dikutip dari Antaranews.com (9/3/2025), terungkap kasus minyak goreng bermerek Minyakita yang dijual tidak sesuai takaran pada label. Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol. Helfi Assegaf, menyatakan penyelidikan dilakukan setelah menemukan ketidaksesuaian produk saat inspeksi di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Minyakita merupakan subsidi pemerintah untuk menyediakan minyak goreng terjangkau bagi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. Namun, kecurangan di pasar merugikan masyarakat. Kasus ini menunjukkan kegagalan negara mengatasi kecurangan korporat yang berorientasi keuntungan. Aparat sering hanya menutup perusahaan terkait tanpa menindak tegas, sehingga kasus serupa terus berulang. Negara terlihat lemah menghadapi korporat yang menguasai produksi kebutuhan pokok rakyat.
Dalam paradigma kapitalis, negara cenderung abai terhadap kepentingan rakyat dan baru bertindak setelah terjadi kerugian. Padahal, seharusnya negara berperan sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyat. Namun, sistem kapitalisme menyebabkan distribusi kebutuhan pangan dikuasai korporasi, bukan negara. Negara hanya menjadi regulator dan fasilitator, tanpa sanksi tegas bagi korporat yang curang.
Sistem ekonomi kapitalisme dengan prinsip liberalisme memberi kebebasan korporat menguasai rantai produksi hingga distribusi pangan. Negara hanya menjamin iklim bisnis yang kondusif bagi kapitalis, termasuk dalam bisnis minyak goreng. Penyelesaian masalah kecurangan ini harus dilakukan secara sistemik.
Islam menawarkan solusi komprehensif melalui penerapan syariat Islam secara kaffah dalam negara khilafah dengan politik ekonomi Islam. Tujuannya adalah memastikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan perumahan bagi seluruh rakyat, serta memberikan kesempatan memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Negara wajib mengatur produksi dan distribusi pangan agar terjangkau.
Dalam sistem Islam, penguasa bertindak sebagai raa’in dan junnah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari). Islam melarang penyerahan pengaturan hajat hidup rakyat, termasuk pangan, kepada swasta sepenuhnya. Paradigma Islam dalam pengurusan rakyat adalah pelayanan, bukan bisnis atau keuntungan.
Negara dalam sistem Islam akan mengelola sumber daya alam seperti kelapa sawit secara berkelanjutan, memastikan produksi minyak goreng berfokus pada kepentingan umat, bukan keuntungan segelintir pihak. Tanah pertanian akan dikelola berdasarkan prinsip syariat, menghindari eksploitasi petani kecil dan kerusakan lingkungan. Pemerintah akan menyediakan fasilitas dan teknologi pertanian untuk meningkatkan hasil panen, mengurangi ketergantungan impor, dan menjaga stabilitas pasokan.
Distribusi minyak goreng tidak akan dibiarkan dikuasai pasar bebas. Negara bertanggung jawab memastikan produk tersebar merata dengan harga terjangkau, tanpa pengoplosan atau penimbunan. Sistem distribusi syariah akan menjamin produk pangan sampai ke konsumen dengan harga wajar dan kualitas terjamin. Qadhi hisbah akan mengawasi pasar dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku kecurangan, bahkan melarang mereka berusaha.
Hanya khilafah yang mampu mewujudkan akses setiap individu terhadap kebutuhan pokok secara berkualitas.
Wallahu a’lam.