
Oleh: Reka Nurul Purnama (Pendidik Generasi)
Linimasanews.id—Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai petunjuk bagi manusia. Semenjak Muhammad saw. diangkat sebagai Rasul, semenjak itulah haluan dunia berubah. Islam dengan Al-Qur’an sebagai pedomannya, menjadi agama baru di tengah kekacauan dunia.
Sejak saat itu, ayat-ayat Al-Qur’an turun berangsur-angsur menjadi solusi permasalahan manusia. Di zaman Nabi Muhammad saw. masih hidup, lambat laun agama Islam yang masih baru ini menunjukkan kebenarannya kepada kebenaran hakiki, beserta mukjizat Al-Qur’an berupa keistimewaannya yang tidak satu orang hebat pun mampu membuat ayat semisal Al-Qur’an. Dari situ bisa disimpulkan bahwa Al-Qur’an turun dari Sang Pencipta kepada utusannya Rasulullah sebagai pedoman hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan.
Dakwah Islam makin menyebar dan makin banyak yang menyatakan keislamannya. Hingga akhirnya terjadi peristiwa hijrah ke Madinah. Masyarakat Madinah menerima Rasulullah Muhammad saw. dengan meminta Beliau sebagai pemimpin dan menginginkan Islam diterapkan dalam aspek negara. Dari negara Islam di Madinah, dakwah Islam berkembang makin pesat, hingga akhirnya orang yang tinggal sangat jauh dari Madinah seperti salah satunya Indonesia, bisa merasakan indahnya kebenaran Islam. Islam bahkan merupakan agama mayoritas di Bumi Pertiwi ini.
Allah Swt. tidak akan menurunkan lagi kitab lainnya untuk manusia. Sebab, Al-Qur’an adalah kitab terakhir hingga akhir zaman. Begitupun dengan Nabi, tidak ada Nabi lain setelah Nabi Muhammad saw. Dari sini jelaslah bahwa Allah hanya meridai Islam sebagai agama manusia dan meridai Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia yang harus diterapkan. Bukan hanya dibaca dan dipahami saja.
Penerapan Al-Qur’an di Era Modern
Lalu muncul mengenai beberapa kemungkinan di sistem demokrasi sekarang. Salah satunya, muncul pernyataan ketidakmungkinan Islam diterapkan dalam aspek negara. Pada masa ini, Islam hanya mungkin diterapkan dalam aspek ibadah individu saja, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain sebagainya. Sedangkan, hukum-hukum hudud, jinayat, ta’jir dianggap tidak cocok diterapkan pada zaman ini. Misalnya, potong tangan bagi pencuri, rajam atau cambuk bagi pezina, berperang melawan kafir yang jelas-jelas menyerang kaum muslim. Hukum-hukum ini dianggap “kejam”, tidak bisa diterapkan lagi pada saat ini.
Padahal, dahulu Islam pernah diterapkan di tengah masyarakat dan mampu memecahkan persoalan-persoalan hidup manusia yang kompleks. Pencapaiannya bahkan gemilang. Seperti, pada saat kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak ada satu orang pun dari masyarakat yang mau menerima zakat. Artinya, kesejahteraan pada saat itu sangat tinggi. Itu bisa terjadi karena pemasukan dan pengeluaran anggaran negara berdasarkan syariat Islam.
Saat ini, demokrasi seperti dianggap pemahaman kramat yang tidak mungkin berubah dengan keadaan apa pun dan dengan sistem mana pun, termasuk sistem Islam. Padahal, pada awalnya sistem demokrasi pun tidak ada di dunia ini. Lalu, sekarang ada. Artinya, kemungkinan besar di masa mendatang akan tiada kembali.
Sementara itu, ada bukti konkret sejarah yang menunjukkan keberhasilan sistem Islam dengan menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan manusia, baik individu, masyarakat maupun negara. Jika yang sebelumnya tiada, lalu pernah ada, lalu tiada lagi, bukan berarti akan tiada selamanya. Terlebih lagi, sistem Islam memiliki sumbangsih besar terhadap peradaban modern sekarang dengan melahirkan para ilmuwan yang karyanya bermanfaat hingga hari ini.
Karena itu, kita hanya perlu memberi kesempatan agar sistem Islam bisa muncul lagi ke permukaan, dengan diterapkannya Al-Qur’an dalam kehidupan. Tidak ada yang tidak mungkin, apalagi kemenangan Islam adalah janji Allah dan rasul-Nya. Sudah sepatutnya umat menerapkan Islam karena Al-Qur’an adalah petunjuk dari Sang Pencipta. Allah Swt. berfirman, “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS Al-Baqarah 185).