
Oleh: Nining Ummu Hanif
Linimasanews.id—UKT (Uang Kuliah Tunggal) menjadi polemik belakangan ini karena membuat biaya pendidikan di perguruan tinggi melesat tajam. Polemik kenaikan UKT terjadi di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN), seperti di di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Negeri Riau (Unri) hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed, Maulana Ihsanul Huda saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI pada Kamis (16/5/24) mengatakan bahwa kenaikan UKT di Unsoed mencapai 500 persen atau 5 kali lipat (kompastv, 21/5/24). Aksi protes lain terjadi di Universitas Negeri Riau (Unri) ketika seorang mahasiswa bernama Khariq Anhar memprotes ketentuan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) dalam UKT yang harus dibayar mahasiswa Unri (CNBCIndonesia.com, 18/5/24).
Sementara itu menanggapi banyaknya protes soal UKT, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie memperkeruh polemik dengan mengatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan “tersier” atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP, hingga SMA. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Oleh karena itu, pemerintah tidak memprioritaskan pendanaannya.
UKT dan Penyebabnya
UKT adalah biaya yang dikenakan per semester kepada setiap mahasiswa untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Karena itu, UKT juga kadang disebut masyarakat sebagai uang semester. UKT mulai diberlakukan sejak tahun 2013, sebelumnya biaya pendidikan di universitas dan perguruan tinggi di Indonesia dibebankan kepada mahasiswa berdasarkan biaya per mata kuliah atau SKS (Satuan Kredit Semester). Aturan UKT paling baru tertuang dalam Peraturan Mendikbud Ricek (Permendikbud Ristek) No 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT) pada PTN di Lingkungan Kemendikbud Ristek.
Dalam aturan itu, pemimpin PTN wajib menetapkan tarif UKT Kelompok 1 dan 2. Kelompok UKT 1 sebesar Rp500 ribu, sementara UKT 2 sebesar Rp1 juta. Kategori kelompok UKT ini ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa atau keluarganya. Biasanya, kategori UKT dibagi menjadi beberapa golongan, misalnya UKT 1, UKT 2, UKT 3, dan seterusnya. Mahasiswa yang mampu secara finansial akan dikenakan UKT yang lebih tinggi, sedangkan mahasiswa yang kurang mampu secara finansial akan dikenakan UKT yang lebih rendah.
Setelah terbitnya UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri Menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum, maka perguruan tinggi negeri bertransformasi dari perguruan tinggi milik pemerintah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). Ini menjadi salah satu faktor penentu naiknya UKT. PTN BH merupakan perguruan tinggi yang didirikan oleh pemerintah dengan status badan hukum yang otonom. PTN BH beroperasi dengan cara yang mirip seperti BUMN, di mana mereka mengatur keuangan dan asetnya sendiri, profit oriented dengan mencari pembiayaan sendiri untuk operasional kampus. Misalnya membuka unit- unit bisnis atau dengan menaikkan UKT.
Selain itu, adanya program World Class University (WCU) atau universitas kelas dunia yaitu mekanisme perangkingan perguruan tinggi dalam skala internasional, baik dari segi operasional, fasilitas, metode, maupun lulusan sebuah universitas. Perguruan tinggi berstatus WCU tentu diharapkan akan mampu bersaing dengan perguruan tinggi lainnya di dunia, seperti perguruan tinggi di Eropa dan Amerika yang selama ini dikenal memiliki ranking terbaik di dunia. Untuk mencapai status WCU tentu harus mencapai beberapa keunggulan dari segi tenaga pengajar, fasilitas, riset, manajemen yang tentu saja akan membutuhkan pendanaan yang sangat banyak. Pendanaan itu diupayakan oleh PTNBH tanpa bantuan dari pemerintah.
Faktor berikutnya yang menyebabkan mahalnya UKT adalah konsep “Triple helix” yaitu konsep kolaborasi kerja sama sinergitas antara pemerintah, universitas, dan Industri. Konsep ini mengakibatkan orientasi perguruan tinggi tidak lagi pendidikan tapi lebih untuk memenuhi kebutuhan industri. Sebenarnya, mahalnya UKT adalah konsekuensi dari sistem demokrasi yang diterapkan negeri ini.
Sistem batil yang memisahkan agama dari kehidupan dan berorientasi pada manfaat dan keuntungan, termasuk kapitalisasi dalam pendidikan. Pemerintah justru berlepas tangan dari tanggung jawab atas pendidikan masyarakat. Bagaimana bisa mewujudkan wacana “generasi emas “ tahun 2045 , yaitu wacana dalam rangka mempersiapkan para generasi muda yang berkualitas,berkompeten, dan berdaya saing tinggi bila untuk mengakses perguruan tinggi dibatasi.
Pendidikan dalam Islam
Pendidikan adalah salah kebutuhan pokok yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam sistem Islam. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai negara Khilafah, negara akan menjamin pendidikan bagi seluruh masyarakat tanpa kecuali. Rasulullah saw. bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.”
Negara pun wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara gratis dan berkualitas. Warga diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara gratis. Pembiayaan untuk pendidikan ini diambil dari baitul maal. Ditopang dengan ekonomi Islam yang menyejahterakan dan kebijakan yang bersumber pada syariat Islam, seluruh elemen masyarakat dapat merasakan hak pendidikan secara gratis.
Sistem pendidikan Islam memiliki visi yang jelas, yakni membangun kapasitas keilmuan dengan mencetak generasi dengan pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam (syahksiyah islamiah). Bukan untuk memenuhi tuntutan industri. Dengan kurikulum yang berlandaskan akidah Islam, akan lahir generasi yang tinggi akhlaknya, cerdas akalnya, dan kuat imannya. Dengan demikian dapat mewujudkan generasi emas bukan hanya sekedar wacana. Wallahu a’lam bishawab.