
Oleh: Arlita Aprilya, S.T.
Linimasanews.id—Reskrim Polrestabes Surabaya membongkar jaringan prostitusi online yang menawarkan anak-anak di Surabaya. Tujuh orang pelaku ditangkap yakni Yeyen, sebagai muncikari, dan enam orang pria sebagai joki yang berinisial RS, AM, SS, RI, AS, dan seorang anak di bawah umur, EM (detik.com, 13/05/24)
Di Papua, Tim Opsnal Satreskrim Polresta Jayapura Kota berhasil membongkar jaringan prostitusi online (daring) melalui aplikasi Michat dan menangkap muncikarinya yang berinsial YM (20) warga Polimak, Kelurahan Ardipura, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura. Korban dalam jaringan ini merupakan anak-anak perempuan yang ditawarkan melalui aplikasi Michat, dengan tarif 800 ribu dan pelaku mengambil komisi 300 ribu dari setiap transaksi. Diakui oleh korban bahwa aktivitas ini sudah berjalan selama setahun (koreri.com, 17/05/24).
Sementara di Bali, terjadi pembunuhan terhadap seorang PSK online yang menawarkan diri melalui aplikasi MiChat. Wanita berinisial RA tewas dibunuh oleh pria yang menyewa jasanya setelah berhubungan karena RA menaikkan tarifnya secara mendadak dari 500 ribu menjadi 1 juta rupiah. Seusai dibunuh, jasad RA dimasukkan ke dalam koper lalu dibuang di semak-semak (detik.com, 06/05/24).
Prostitusi online makin marak dan bukan lagi menjadi hal baru di tengah masyarakat saat ini. Sekalipun masih dianggap sebagai hal yang tabu, namun tidak dapat dimungkiri, keberadaan dan persebaran praktik ini makin ramai ditemukan di mana-mana, bahkan telah menjadi bisnis yang menjamur dan sumber pemasukan bagi para pelakunya.
Kasus seperti ini terus berulang dan bahkan makin marak terjadi. Ibarat fenomena gunung es, sedikit yang terkuak, namun jauh lebih banyak yang terselubung di tengah-tengah masyarakat. Ditambah lagi, aktivitas ini lebih banyak menggunakan sarana aplikasi online yang lumayan rumit untuk dilacak.
Buah Busuk sekularisme-Kapitalisme
Kemiskinan dan impitan perekonomian tidak dapat dipisahkan dari aktivitas haram ini. Ditambah lagi, meluasnya gaya hidup hedonisme memicu naluri eksistensi diri untuk selalu bisa tampil lebih mencolok demi menuai pujian dan pengakuan dari manusia lainnya. Hal ini menyebabkan manusia selalu berpikir untuk mendapatkan uang dengan cara mudah, cepat, dan jumlah yang banyak demi memenuhi nafsu syahwatnya, tanpa peduli cara yang ditempuh tersebut halal ataupun haram.
Aktivis Muslimah dan Geostrategist, Dr. Fika Komara dalam bukunya yang berjudul “Menantikan Sang Pembebas menjabarkan bahwa perkembangan teknologi masih terus menjajah generasi saat ini. Penjajahan secara halus terus menerus mengeksploitasi ranah syubhat dan syahwat dengan sangat cepat dan massif. Padahal, di zaman dahulu, fitnah syubhat dan syahwat yang memberikan stimulus terhadap nafsu perut dan kemaluan ini sudah banyak membinasakan manusia. Ketika para penyeru kebebasan dan modernitas dianggap sebagai pahlawan, padahal mereka menyeru kepada syahwat dan hawa nafsu belaka, akan membelenggu manusia dan kemanusiaan dengan memuja kemajuan materi serta menggadaikan pembangunan manusia.
Demikianlah peran teknologi ketika dibiarkan merajai aktivitas manusia di segala usia. Layanan dan kemudahan dalam mengakses tayangan-tayangan yang tidak sepatutnya menjadi konsumsi publik dan interaksi sosial ini tidak diimbangi dengan tuntunan dan dikontrol dari sudut pandang aturan agama.
Penjajahan via teknologi yang tidak dibarengi dengan ilmu dan aturan sebagai penyeimbangnya, akan melahirkan generasi yang hanyut terombang-ambing oleh arus modernisasi dan gaya hidup yang sesat dan menyesatkan. Parahnya lagi, mereka justru terbuai, seolah tidak menyadari ketersesatan tersebut karena menganggapnya hal yang lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hilangnya adab dan etika dalam berperilaku seolah tidak menjadi hal yang berbahaya dan membawa ancaman bagi generasi yang akan datang.
Inilah salah satu dari sekian banyaknya buah busuk sekularisme yang diadopsi oleh sistem kapitalisme hari ini. Saat ini nilai-nilai agama dijauhkan dari kehidupan dalam berbagai aspek. Kondisi perekonomian mengimpit rakyat kecil. Tidak adanya jaminan kesejahteraan bagi kaum papa. Penerapan hukum dan sanksi yang dijatuhkan tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Sistem pendidikan dijauhkan dari ajaran Islam yang fundamental, sehingga generasi seolah tidak mengenali aturan yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta, baik dari hal-hal yang diperintahkan maupun yang dilarang oleh-Nya. Kondisi sistemis seperti inilah yang menjadi pemicu utama terjadinya kerusakan di tengah-tengah masyarakat.
Islam Hadir dengan Solusi
Dalam Islam, segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia pasti ada pertanggungjawabannya. Dalam sistem Islam dikenal istilah sanksi atau uqubat untuk setiap maksiat atau pelanggaran syariat. Sistem persanksian ini sangat tegas dan bertujuan untuk menjerakan para pelaku maksiat, serta mencegah orang lain untuk melakukan pelanggaran yang sama.
Konsep hukum Islam berbeda jauh dengan konsep hukum konvensional atau hukum negara sekuler-kapitalis dalam memandang kasus ini. Dalam Islam, setiap hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan yang sah, seperti prostitusi atau pelacuran, baik itu bertujuan komersial ataupun tidak, baik dilakukan oleh orang yang belum menikah ataupun sudah menikah, perbuatan ini masuk ke dalam kategori perzinaan. Hal ini merupakan maksiat besar yang harus dijatuhkan sanksi kepada pelakunya.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sanksi bagi perzinaan yang diatur oleh negara ditetapkan pada Pasal 411 UU 1/2023, ayat 1 yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.”
Kemudian, dijelaskan pada ayat 2 bahwa tindak pidana perzinaan tidak akan dituntut, kecuali atas pengaduan dari pasangan sah yang terikat pernikahan (istri atau suami pelaku), dan atau orang tua atau anak dari pasangan zina yang tidak terikat pernikahan tersebut.
Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa tindak pidana perzinaan (overspel) sebelumnya telah diatur dalam Pasal 284 KUHP lama dan masih berlaku hingga saat ini, sementara Pasal 411 UU 1/2023 baru akan diberlakukan 3 tahun kemudian sejak tanggal diundangkannya, yakni di tahun 2026 mendatang.
Sementara dalam Islam, aturan dan sanksi atas perzinaan tercantum dengan tegas dalam Al-Qur’an dan wajib untuk diterapkan seketika setelah diturunkannya wahyu tersebut oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Di antaranya :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا
“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.” (QS. Al-Isra’ : 32)
اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍۖ وَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۚ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.” (QS. An-Nur: 2)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ
“Ambillah dariku, ambillah dariku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka, yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang belum menikah, (hukumnya) dera 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah (hukumnya) dera 100 kali dan rajam.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Dirajam yaitu dilempari batu sampai mati dengan cara orang yang akan dirajam ini dikubur dengan posisi berdiri di dalam tanah hingga batas dadanya, lalu ia dilempari dengan batu sebesar kepalan tangan, sampai orang tersebut mati. Adapun pelaksanaan hukum cambuk dan rajam ini harus disaksikan oleh masyarakat secara umum dan tidak diperbolehkan untuk menunjukkan rasa belas kasihan kepadanya.
Tidak hanya kepada para pelaku, hukuman juga dijatuhkan pada penyedia fasilitas ataupun tempat yang memperbolehkan praktik perzinaan di dalamnya, seperti hotel ataupun tempat-tempat lainnya yang memberi ruang untuk aktivitas haram ini. Bahkan, layanan aplikasi yang menjadi jembatannya akan dimusnahkan hingga tidak lagi menyisakan celah untuk maksiat ini kembali terulang.
Pada masa kejayaan Islam, ketika terjadi penyimpangan atau praktik maksiat pada sebuah hotel, maka khalifah akan menindak tegas praktik-praktik kerusakan tersebut dengan sekuat tenaga. Di antaranya, dengan menjatuhkan berbagai hukuman kepada pihak pengelola hotel tersebut hingga menghancurkan bangunannya.
Pada masa Daulah Umawiyah, di tahun 206 H, Khalifah al-Hakam bin Hisyam pernah memerintahkan untuk menghancurkan sebuah hotel di Rabadh, Andalusia karena menemukan aktivitas yang fasik dan merusak akhlak dalam hotel tersebut yang bahkan didukung oleh pengurusnya. Khalifah pun memerintahkan untuk menghancurkan bangunan hotel tersebut dan juga mencabut izin operasinya. Hal yang sungguh sangat berbeda jauh dengan para penguasa saat ini yang bersikap acuh, bahkan membiarkan hotel-hotel dan bangunan lainnya menjadi tempat komersial dan kemaksiatan.
Pelaksanaan hukum ini hanya berhak dilakukan oleh penguasa atau pemimpin kaum muslim, yakni penguasa yang mampu menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, yakni seorang khalifah. Sebab, penerapan hukum tersebut merupakan kewajiban khalifah, bukan hak sembarang orang.
Di samping itu, jaminan kesejahteraan dalam naungan Daulah Islam pun menjadi tanggung-jawab khalifah. Dalam Khilafah Islam, kebutuhan dasar setiap individu maupun kelompok akan dipenuhi dengan maksimal dan ditetapkan secara sistemis dan terperinci melalui penerapan syariat.
Negara Islam mewajibkan setiap laki-laki dewasa (baligh) dan sehat secara akal dan jasmani untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan dasarnya serta oran-orang yang menjadi tanggungannya. Sementara itu, khalifah wajib menyediakan lapangan pekerjaan untuk mereka. Kemudian, bagi kaum yang lemah, seperti anak-anak terlantar, orang-orang cacat, orang tua renta, dan kaum wanita yang tidak memiliki keluarga, maka khalifah akan menggerakkan orang-orang kaya di sekitar mereka untuk memberikan bantuan berupa zakat, infak, maupun sedekah. Namun, jika hal ini tidak ditemukan, maka negara akan memberikan mereka jaminan rutin setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder mereka dengan baik.
Dengan demikian, tidak akan ditemukan seseorang melakukan ataupun bahkan berpikir untuk melakukan maksiat demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena negara telah menjaminnya dengan sangat baik.
Inilah bukti nyata cemerlangnya peradaban Islam yang diterapkan dalam instansi negara Daulah Khilafah. Wajar saja jika kita sangat merindukan kembali penerapan syariat tersebut di tengah-tengah masyarakat saat ini. Sistem Islam ini dapat meninggikan derajat kemanusiaan, menjunjung tinggi keagungan Islam, serta menjadi cahaya dan rahmat bagi seluruh alam.