
Oleh: Nur Mariana Azzahra, M.Sos. (Aktivis Pemerhati Remaja)
Linimasanews.id—Hai Sobat! Apa yang terpikir di benak kalian jika mendengar kata remaja? Remaja biasanya identik dengan proses mencari jati diri dan rasa ingin tau yang menggebu-gebu. Pada kondisi ini, remaja yang labil bisa memilih jalan pintas, tidak mau pusing dengan perbuatannya. Bahayanya, mereka menjadi sasaran empuk sistem sekuler kapitalis.
Remaja yang lahir di sistem sekuler kapitalis ini, mayoritas tidak memahami hakikat hidupnya, sehingga akan mudah terbawa arus. Lihatlah betapa buramnya remaja saat ini. Hampir setiap hari tersiar berita miris tentang remaja. Misalnya, yang baru-baru ini viral di Aceh. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Musriadi, menyoroti maraknya kasus HIV hingga LGBT di wilayah Kota Banda Aceh. Selain itu, petugas Satpol PP dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh mengamankan dua orang pria yang diduga pasangan gay di dalam sebuah toilet taman Bustanussalatin (Taman Sari) Banda Aceh (rri.co.id, 21/04/2025).
However, masih banyak lagi fakta kenakalan remaja, mulai dari salah pergaulan, aborsi, tawuran, membunuh orang tua sendiri atau bunuh diri atau self-harm, mental health, dan masi banyak lagi. Miris, bukan? Remaja yang seharusnya menjadi garda terdepan mewujudkan perubahan, malah menjadi remaja berkarat. Ya, remaja berkarat. Kita semua tahu bahwa barang mahal sekalipun, jika sudah berkarat, tidak bisa maksimal fungsinya atau bahkan akan menjadi tumpukan rongsokan.
Karena itu, saatnya bangkit menjadi remaja 24 karat. Mendengar frasa 24 karat, pasti yang ada di benak kita adalah emas yang paling bagus kualitasnya, nilainya paling tinggi, dan harga jualnya paling menguntungkan.
Sementara itu, remaja 24 karat maksudnya adalah remaja dengan kondisi stamina badan lagi hebat-hebatnya, daya pikirnya kuat, semangatnya membara. Artinya, remaja 24 karat menyimpan sifat-sifat positif dalam dirinya. Jika itu digunakan semaksimal mungkin ke dalam hal yang bermanfaat dan taat, niscaya akan lahir kegemilangan.
Salah satu kisah yang mencontohkan sosok remaja yang cerdas, beriman, dan bertakwa ialah kisah Alexander Pertz. Aia dilahirkan dari kedua orang tua Kristen pada tahun 1990. Sejak awal ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya memilih agamanya, jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat. Begitu dia bisa membaca dan menulis, ibunya menghadirkan untuknya buku-buku agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi. Setelah membaca buku-buku secara mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal, ia tak pernah bertemu muslim seorang pun sebelumnya.
Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada tingkatan dia mempelajari sholat, dan mengerti banyak hukum-hukum syar’i, membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghapal sebagian surat, dan belajar adzan. Semua itu ia lakukan tanpa bertemu dengan seorang muslim pun. Berdasarkan bacaan-bacaan tersebut dia memutuskan untuk mengganti namanya menjadi Muhammad Abdullah, dengan tujuan agar mendapatkan keberkahan Rasulullah saw. yang dia cintai sejak masih kecil.
Sementara itu, di era sekarang, menjadi remaja yang cerdas iptek, mesti juga cerdas bermedia agar tidak terbawa arus tren remaja yang jiwanya kosong akan nilai-nilai keimanan. Maka, jadilah remaja yang bukan hanya cerdas biasa, tetapi tak kalah penting juga harus cerdas berpolitik dan cerdas ideologi.
Cerdas Ideologi
Ideologi itu bisa dibilang way of life. Di dunia ini hanya 3 ideologi: kapitalisme/ sekularisme, sosialisme/komunisme, dan Islam.
Sebagaimana kita ketahui, saat ini kita hidup di dalam sistem kapitalisme. Sistem ini dan penerapannya telah merasuki masyarakat dengan sekularisme, tidak terkecuali remaja. Sekularisme yang memapar remaja kini (generasi Z) menjadikannya hedonis dan materialistis.
Sebab, dalam ideologi ini, nilai utama yang harus diraih dalam kehidupan adalah materi. Sementara itu, nilai akhlak, ruhiyah, dan kemanusiaan, dikesampingkan. Semua perbuatan ditargetkan untuk mendapatkan materi. Standar kebahagiaan menurut ideologi ini adalah mendapatkan sebanyak-banyaknya materi. Materi tersebut dapat berupa materi fisik, berupa harta melimpah; atau nonfisik, seperti ketenaran dan popularitas. Oleh karena itu, mayoritas remaja akhirnya memandang kehidupan hanya untuk bersenang-senang, jauh dari keinginan untuk berdakwah dan berjuang untuk Islam.
Dari sejarah kita mengetahui, bahwa ketika Islam diterapkan, sungguh pemuda memiliki posisi yang penting dan strategis. Remaja mewarnai setiap perjuangan dalam sejarah. Bahkan, remaja dari masa Rasulullah saw., yakni para sahabat ra., menjadi orang-orang yang kuat dan tangguh dalam perjuangan Islam. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya pada masa kejayaan Islam.
Bagi para remaja era ini, sungguh tidak ada waktu untuk bermain-main dan bermalas-malasan, apalagi melakukan perbuatan yang membahayakan masyarakat. Mereka justru sibuk membangun peradaban Islam dengan gemilang.
Contoh remaja di masa Rasulullah saw. dan masa kejayaan Islam tersebut antara lain:
1) Usamah bin Zaid (18 tahun). Ia memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat, seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat pasa masa itu.
2) Sa’ad bin Abi Waqqash (17 tahun). Ia adalah seorang muslim yang pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah. Termasuk dari enam orang ahlus syura’.
3) Al-Arqam bin Abil Arqam (16 tahun). Ia menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasul saw. selama 13 tahun berturut-turut.
4) Zubair bin Awwam (15 tahun). Ia adalah muslim yang pertama kali menghunuskan pedang di jalan Allah dan diakui oleh Rasul saw. sebagai hawari-nya.
5). Muhammad al-Fatih (22 tahun). Ia menaklukkan Konstantinopel, ibu kota Byzantium pada saat para jenderal agung merasa putus asa.
6) Abdurrahman an-Nashir (21 tahun). Pada masanya, Andalusia mencapai puncak keemasan. Dia mampu menganulir berbagai pertikaian dan membuat kebangkitan sains yang tiada duanya.
7) Muhammad al- Qasim (17 tahun). Ia menaklukkan India sebagai seorang jenderal agung pada masanya.
Dengan demikian, kapitalisme sudah sepatutnya dicampakkan dari kancah kehidupan. Sistem Islam yang sangat memperhatikan peran penting remaja sudah semestinya diterapkan. Terbukti, remaja dimuliakan oleh Islam. Karena itu, harus disadari pula bahwa remaja, khususnya remaja muslim, mereka adalah kunci dalam membangun peradaban, sebagaimana generasi terdahulu pada masa kejayaan Islam. Agar remaja menyadari perannya tersebut, mereka harus dibangkitkan kesadarannya. Jangan sampai potensi besar remaja muslim terkubur akibat kesalahannya dalam memilih peran. Sudah saatnya pemuda muslim bangkit memahami jati diri dan peran pentingnya dalam menjaga Islam dan kebangkitan Islam agar layak menjadi remaja 24 karat, sebagai corong perubahan.