
Oleh: Ita Ummu Maiaa
Linimasanews.id—Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan. Karena, guru adalah sosok penyampai ilmu dan adab kepada para murid. Guru merupakan profesi mulia yang mestinya mendapatkan perhatian dan apresiasi yang tinggi. Bagaimana nasib generasi ketika profesi guru tidak lagi diminati? Kemajuan suatu negara sangat dipengaruhi oleh pendidikan karena kelak generasi yang terdidik dengan baik akan mengisi dan memajukan peradaban.
Mirisnya, saat ini Kota Bogor justru kekurangan guru. Sebagaimana dilansir RadarBogor (21 April 2025), Dalam rapat kerja Komisi IV DPRD Kota Bogor bersama Dinas Pendidikan (Disdik), Anggota Komisi IV, Endah Purwanti, secara tegas menyuarakan keprihatinannya terhadap krisis Sumber Daya Manusia (SDM) guru di tingkat pendidikan dasar. Menurutnya, berdasarkan data terbaru yang terungkap dalam rapat Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota tahun 2024, Kota Bogor saat ini kekurangan sekitar 1.200 guru.
Kekurangan guru mestinya menjadi perhatian yang serius dan menelusuri penyebab terjadinya kekurangan guru. Mesti juga diperhatikan bahwa penghargaan terhadap guru tidaklah cukup dengan slogan “Pahlawan tanpa tanda jasa”, namun mesti dengan aksi nyata. Mengingat, mereka pun manusia, bagian dari warga negara yang memilih profesi untuk mencerdaskan anak bangsa.
Sebagai manusia serta bagian dari warga negara, guru layak mendapatkan gaji dengan standar yang memadai. Bukan hanya menuntut mereka untuk mencerdaskan anak bangsa, tetapi minim memberi apresiasi terhadap para guru.
Jika ditelisik, profesi guru tidak diminati bisa dilihat dari berbagai faktor. Faktor dari luar, misalnya gaji tidak memadainya, apalagi guru honorer. Faktor lainnya, kebijakan pendidikan berubah-ubah, keterbatasan fasilitas pendidikan seperti media pembelajaran, kurangnya sarana prasarana sekolah, dan sebagainya. Di samping itu, ada faktor dari dalam, seperti merasa tidak berbakat, tidak cocok sebagai jenjang karir, gaji kecil, dan sebagainya.
Islam Memuliakan Profesi Guru
Sementara itu, Islam memandang bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan publik. Karena itu, negara memiliki kewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan terbaik, serta memberi penghargaan terhadap para guru.
Guru menjadi ujung tombak keberhasilan pendidikan, maka perhatian dan penghargaan setinggi-tinggi bagi orang yang mendedikasikan dirinya menjadi seorang guru. Rasulullah saw. memberikan kebebasan kepada para tawanan setelah Perang Badar bagi yang mengajarkan membaca dan menulis. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, guru mendapatkan gaji lima belas dinar per bulan (jika di konversi ke rupiah sekitar 33 juta an per bulan).
Besarnya pengaruh guru bisa tampak dari kisah keberhasilan Sultan Muhammad al-Fatih dalam pembebasan Konstantinopel. Namun, kemuliaan dan keberhasilan guru tidak bisa berdiri sendiri, melainkan akan sangat bergantung pada sistem yang diterapkan dalam negeri tersebut. Yaitu, sistem ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya yang berdasarkan pada Islam. Sistem Islam ini memiliki tujuan agar setiap insan menyadari dirinya adalah hamba Allah Swt., sehingga akan berupaya memberikan manfaat untuk sesama sesuai aturan Sang Pencipta.
Jika guru ditempatkan pada posisi yang mulia dengan penghargaan setinggi-tingginya, maka sangat kecil kemungkinan terjadi kekurangan guru, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Karena itu, patutlah direnungkan, karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang, sudah semestinya diatur dalam sistem yang tepat. Sedangkan sistem sekuler kapitalis, sangatlah tidak tepat dijadikan sebagai sistem untuk mengatur manusia, termasuk dalam hal pendidikan. Sebab, kapitalisme menjadikan segala sesuatu sebagai komoditas bisnis, termasuk pendidikan, sehingga menganggap guru hanya sebagai alat produksi.