
Oleh: Nining Ummu Hanif
Linimasanews.id—Peredaran dan penyalahgunaan narkoba masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Setiap tahun jumlah kasus narkoba kerap mengalami fluktuasi yang mencerminkan dinamika kompleks antara upaya pemberantasan dan tantangan baru yang muncul. Berbagai kasus diungkap dengan modus penyelundupan narkoba yang beragam dan mencengangkan, seperti diselipkan di buku, kosmetik, kemasan teh celup, bahkan yang lebih ekstrem dimasukkan ke anggota tubuh.
Kejahatan narkoba ini juga sudah merasuki seluruh sendi kehidupan. Tidak hanya mengedarkan barang haram tersebut ke tempat hiburan, para bandar dan pengedar sudah masuk ke area publik, seperti kost dan rumah- rumah.
Belum lama ini TNI Angkatan Laut berhasil menggagalkan upaya penyelundupan narkoba jenis sabu seberat 705 kilogram dan kokain seberat 1,2 ton yang berusaha masuk perairan Indonesia melalui Selat Durian, Kepulauan Riau pada Jumat, 13 Mei 2025. Menurut Panglima Komando Armada I Laksda Fauzi, ada lima pelaku warga negara asing (WNA) asal Thailand dan Myanmar yang membawa barang tersebut (antaranews.com,16/5/25). Sebelumnya, pada 19 April 2025 Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus peredaran narkotika jenis sabu sebanyak 10 kg di wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara (metrotv,20 /4/25)
Kasus tersebut hanya sebagian kecil dari berbagai kasus narkoba di Indonesia. Goodstats.id (27/12/24) melansir, tren jumlah terlapor kasus narkoba dalam 5 tahun terakhir menunjukkan peningkatan signifikan dengan lonjakan tertinggi pada 2024. Hingga akhir November 2024 Polri berhasil menindak 41.116 kasus narkoba. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), potensi nilai transaksi narkoba di Indonesia diperkirakan mencapai Rp524 triliun per tahun.
Miris, karena bila dianalogikan, sekarang ini negara membutuhkan Rp71 triliun untuk meningkatkan kesehatan gizi anak-anak dan mencegah stunting. Sementara sebaliknya, ada perputaran uang sebanyak Rp524 triliun yang mengancam merusak potensi generasi dari peredaran narkoba.
Faktor Penyebab
Besarnya transaksi narkoba menjadi indikator maraknya peredaran narkoba dan tingginya permintaan narkoba di Indonesia. Dengan jumlah 4,8 juta pengguna narkoba dan transaksi Rp524 triliun, maka menjanjikan keuntungan yang menggiurkan bagi sindikat internasional untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya di Indonesia.
Hal ini adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem kapitalis sekuler oleh negara. Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan mempengaruhi gaya hidup masyarakat yang mendorong perilaku hedonis dan konsumtif, serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, tanpa mempedulikan nilai moral dan agama. Karena itulah, bisnis narkoba dipilih sebagai sumber penghasilan dan mengabaikan halal dan haram.
Selain itu, lemahnya penegakan hukum, seperti sanksi hukum yang tidak membuat efek jera, hukum yang bisa diperjualbelikan, membuat sindikat narkoba makin berani beroperasi di Indonesia. Bahkan, para bandar yang sudah tertangkap pun bisa mengoperasikan sindikatnya dari balik sel tahanan. Tentu saja ada keterlibatan oknum aparat yang menggadaikan integritasnya demi sejumlah uang.
Semua itu disebabkan abainya negara dalam memenuhi dan menjamin kebutuhan masyarakat. Negara gagal menyediakan lapangan kerja sehingga masih banyak usia produktif yang menganggur. Negara gagal menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok. Selain itu, negara juga tidak mampu memberikan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang baik. Kondisi ekonomi masyarakat yang sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari itulah yang membuat orang pendek akal memilih mengedarkan narkoba sebagai solusi.
Islam Solusi Bebas Narkoba
Dalam paradigma Islam, narkoba ditetapkan sebagai zat yang haram karena narkoba dapat merusak akal pikiran, ingatan, hati, jiwa, mental, dan kesehatan fisik seperti halnya khamar. Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Maidah :90, “Wahai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Narkoba memiliki dampak yang negatif. Oleh karena itu, perlu peran aktif dari negara untuk memberantas peredaran dan penggunaan narkoba untuk melindungi rakyat.
Dalam Islam, solusi memberantas narkoba melalui 3 pilar. Yaitu, individu, masyarakat, dan negara. Individu yang bertakwa kepada Allah Swt., dengan menanamkan akidah Islam sejak dini, maka ia akan menjauhkan diri dari perbuatan yang haram dan dilarang oleh syariat. Sementara itu, masyarakat dalam sistem Islam juga bahu-membahu dalam amar makruf nahi mungkar, sehingga menjadi fungsi kontrol dalam mendeteksi sejak awal jika terjadi kemungkaran.
Adapun peran negara, tentu sangat kompleks dalam mencegah adanya peredaran dan penggunaan narkoba. Negara Islam akan mengatur ekonominya dengan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya agar masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak dan menstabilkan harga kebutuhan pokok agar terjangkau oleh masyarakat. Negara dengan sistem pendidikan Islam merancang kurikulum pendidikan dengan dasar akidah Islam sehingga menghasilkan anak-anak yang bertakwa.
Negara juga menjamin semua masyarakat dapat mengakses pendidikan dan layanan kesehatan secara gratis. Pembiayaan layanan kesehatan, pendidikan, dan semua kebutuhan masyarakat ini diperoleh dengan memaksimalkan potensi sumber daya alam yang dikelola oleh negara, bukan diserahkan kepada swasta.
Selain itu, penegakan hukum juga tegas dilakukan oleh negara Islam (khilafah). Jika seseorang terbukti menjadi bandar narkoba, apalagi merusak masyarakat, maka Islam memberlakukan hukuman yang tegas dan menjerakan, seperti ta’zir yang bisa mencapai hukuman mati bagi perusak masyarakat luas. Namun, semua dilakukan melalui proses peradilan yang adil dan transparan.
Karena itu, patut direnungkan, Indonesia berada di ujung tanduk, di gerbang kehancuran generasi apabila tidak segera meninggalkan sistem batil sekuler kapitalis. Sudah saatnya umat ini sadar bahwa solusi hakiki Indonesia bebas narkoba ada pada Islam.