
Suara Pembaca
Tahun Baru Islam 1447 H kembali hadir. Bulan Muharram yang mulia, yang disebut sebagai Syahrullah (bulannya Allah), bukan sekadar penanda pergantian waktu, tetapi seharusnya menjadi momen penting untuk melakukan refleksi mendalam atas kondisi umat Islam hari ini. Di tengah gema do’a dan puasa sunnah Tasua serta Asyura yang dianjurkan Rasulullah saw., kita juga menyaksikan realitas pahit yang menimpa kaum muslim di berbagai penjuru dunia. Sebagaimana disampaikan oleh media nasional, Tahun Baru Islam 2025 ini hadir di tengah luka yang belum sembuh, genosida atas rakyat Palestina yang tak kunjung berhenti, disertai dengan sikap bungkam dan bahkan pengkhianatan dari sebagian besar penguasa negeri-negeri muslim. Mereka lebih sibuk menjaga hubungan diplomatik dengan penjajah daripada menjaga nyawa dan kehormatan saudara seimannya.
Padahal, peristiwa hijrah Rasulullah saw. dari Makkah ke Madinah yang menjadi tonggak awal penanggalan hijriah bukan sekadar perpindahan tempat, melainkan langkah monumental untuk membangun peradaban. Dari hijrahlah lahir Daulah Islam pertama di Madinah. Umat Islam pun hidup dalam naungan aturan Allah, bersatu di bawah satu kepemimpinan, dan berhasil menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Islam pun benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Namun, kini semua itu tinggal cerita sejarah. Umat yang dahulu menjadi umat terbaik kini justru tercerai-berai, terjajah, lemah, dan tak memiliki arah perjuangan yang jelas. Kehidupan umat semakin jauh dari petunjuk Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surah Thaha ayat 124,
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Realitas ini harus menjadi bahan renungan serius. Umat Islam kehilangan kemuliaannya karena telah meninggalkan aturan Allah. Mereka menjadikan sekularisme sebagai dasar kehidupan, menjauh dari Islam kaffah yang seharusnya mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari individu, keluarga, masyarakat, hingga negara.
Karena itu, jika umat ingin kembali meraih predikat sebagai khayru ummah (umat terbaik), maka tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada syariat Allah secara menyeluruh. Umat harus disadarkan akan pentingnya hidup di bawah naungan sistem yang diridhai Allah, yaitu Khilafah Islamiyah. Khilafah bukanlah utopia, tetapi keniscayaan sejarah yang telah membawa Islam dan umatnya mencapai puncak kejayaan dan keadilan.
Namun, kebangkitan ini tidak akan terjadi tanpa adanya penyadaran dan perjuangan yang istiqamah. Dibutuhkan jamaah dakwah yang tulus dan konsisten membimbing umat, menyuarakan kebenaran, dan menyerukan perubahan hakiki. Bukan sekadar perubahan pemimpin atau kebijakan, tapi perubahan sistem yang menyeluruh dari sistem kufur menuju sistem Islam.
Tahun baru Islam bukan sekadar momentum ritual, tapi harus menjadi titik balik kebangkitan. Mari jadikan Muharram ini sebagai panggilan untuk hijrah pemikiran, hijrah perjuangan, dan hijrah menuju sistem hidup yang sesuai dengan wahyu Ilahi. Umat tidak butuh janji-janji kosong dari pemimpin dunia, tapi butuh sistem yang menyatukan mereka dalam keadilan, keamanan, dan keberkahan Khilafah ala minhaj an-nubuwwah.
Luthfia Rifaah, S.T., M.Pd.
(Pemerhati Remaja)