
Oleh: Diana Nofalia, S.P.
(Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—Presiden Prabowo Subianto menyebut ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang. Prabowo bilang, bahaya itu adalah state capture. Masalah ini, menurut Prabowo, sangat serius dan harus segera diselesaikan.
“Karena di negara berkembang seperti Indonesia, ada bahaya besar yang kami sebut state capture—kolusi antara kapital besar dan pejabat pemerintahan serta elite politik,” kata Prabowo saat menjadi pembicara di acara St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia, Jumat (20/6/2025).
“Kolusi ini tidak membantu mengentaskan kemiskinan atau memperluas kelas menengah,” tambah dia. (Suarakejaksaan.com, 21/6/2025).
Tak hanya kolusi masalah negeri ini, masalah korupsi juga ibarat jamur di musim hujan. Skandal Korupsi Ekspor CPO. Kasus korupsi Wilmar Group masuk daftar korupsi tertinggi dengan kerugian negara Rp11,8 triliun. Kejaksaan Agung mengungkap praktik korupsi yang melibatkan Wilmar dan beberapa anak usahanya. Dugaan kuat menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan ini menyuap pejabat untuk mempercepat proses izin ekspor CPO. Sebagai akibatnya, negara mengalami kerugian signifikan.
Pihak Kejagung menyita dana sebesar Rp11,8 triliun dari Wilmar Group sebagai bentuk pengembalian kerugian negara. Sekitar Rp2 triliun dari jumlah tersebut disita dalam bentuk tunai. Selain itu, sejumlah hakim, pegawai perusahaan, dan pihak lain yang terlibat juga diamankan karena diduga terlibat dalam manipulasi vonis perkara (beritasatu.com, 18/6/2025).
Seperti yang disebutkan oleh Presiden Prabowo Subianto bahwa ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang, yaitu state capture. Kolusi antara kapital besar dan pejabat pemerintahan serta elite politik. Presiden juga menyebutkan bahwa kolusi ini tidak membantu mengentaskan kemiskinan atau memperluas kelas menengah.
State capture sejatinya keniscayaan dalam sistem politik demokrasi kapitalisme yang berakidah sekuler yang diterapkan hari ini. Pemahaman dalam sistem ini adalah berasaskan manfaat. Di mana materi adalah segalanya. Akibatnya, dunia menjadi tujuan utama kehidupan, untuk meraih tujuan tersebut tidak peduli halal ataukah haram.
Selain itu, sistem ini juga meniscayakan terjadinya politik transaksional. Politik transaksional ini dilatarbelakangi oleh besarnya modal yang dibutuhkan untuk meraih sebuah kekuasaan. Kontestasi dalam. Demokrasi mengharuskan dana yang luar biasa besar dan ini membutuhkan kucuran dana dari pengusaha. Pengusaha akan menuntut balas budi dalam bentuk kebijakan “pelicin” yang menguntungkan pengusaha ketika penguasa tersebut terpilih.
Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas kehidupan setiap individu termasuk juga menjadi asas negara. Hal ini akan menjadikan setiap individu berbuat jujur dan tidak menjadikan jabatan sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri dengan perbuatan curang. Dengan kata lain, standar perbuatan dalam kehidupan dibatasi oleh batasan hukum syarak, termasuk boleh atau tidaknya suatu perbuatan.
Islam memandang jabatan adalah amanah, dan dijalankan sesuai dengan tuntunan hukum syarak dan akan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Hal ini akan menuntut manusia untuk senantiasa berhati-hati dalam segala tindak tanduknya dalam kehidupan di dunia. Jabatan bukan sarana untuk memuaskan hawa nafsunya akan tetapi jabatan untuk makin meningkatkan kedekatannya kepada Allah dengan menjalankannya sesuai dengan perintah dan larangan Allah.
Islam juga memiliki mekanisme untuk menjaga integritas setiap individu rakyat maupun pejabat termasuk sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, sanksi tanpa pandang bulu. Hanya saja sistem sanksi tidak akan bisa berjalan tanpa pelaksanaan sistem Islam lainnya. Dengan demikian, korupsi akan dapat dicegah dalam negara yang menjalankan aturan islam secara menyeluruh. Wallahualam.