
Oleh: Dwi Lis (Komunitas Setajam Pena)
Linimasanews.id—Beras merupakan salah satu bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Namun, beberapa tahun terakhir harga beras selalu menjadi polemik. Lonjakan harga beras terus melejit, membuat hidup rakyat kian terjepit.
Dikutip dari beritasatu.com (19/6/2025), Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa harga beras terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada minggu kedua di bulan Juni 2025 di beberapa kabupaten ataupun kota di Indonesia. Di antaranya, dari minggu pertama sebanyak 119 menjadi 133 wilayah pada minggu kedua yang mengalami kenaikan harga beras. Hal ini berarti ada tambahan 14 kabupaten atau kota yang mengalami kenaikan harga dalam sepekan.
Menurut analisa Guru Besar UGM Prof. Sutiarso, melonjaknya harga beras di pasaran itu tidak masuk akal karena faktanya persediaan beras masih cukup. Ia menyimpulkan bahwa kenaikan harga beras disebabkan karena kondisi ketidaknormalan dalam proses distribusi beras serta adanya spekulasi harga pedagang, biaya logistik untuk transportasi, dan terkait penyimpanan barang.
SementSementara itu, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyatakan, sudah berbulan-bulan harga beras medium dan premium di atas harga eceran tertinggi (HET) secara nasional. Menurutnya, hal ini disebabkan karena sebagian besar gabah atau beras diserap oleh Bulog hingga akhirnya menumpuk di gudang Bulog. Akibatnya, suplai beras di pasaran terganggu dan harga mengalami kenaikan.
Jika ditelaah lebih mendalam, kekacauan terkait harga beras yang terus melejit ini semua berpangkal dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini membuat peran negara menjadi kerdil. Negara hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator, bukan penanggung jawab penuh atas segala urusan rakyatnya. Sementara itu, urusan terkait rakyat malah justru diserahkan kepada pihak swasta. Alhasil, mereka bebas menguasai stok bahan pangan, bahkan termasuk menentukan harga barang di pasaran.
Dalam sistem Islam, negara wajib dan bertanggung jawab penuh atas pemenuhan kebutuhan rakyat, baik sandang, papan, dan pangan berdasarkan syariat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. “Imam atau khalifah adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab penuh atas rakyatnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Sebagai wujud nyata, negara akan melakukan beberapa langkah dalam hal ini terkait penanganan problem pangan. Di antaranya, negara akan mengawasi para penjual dan pembeli agar distribusi barang bisa stabil. Negara pun akan tegas melarang praktik penimbunan dan kartel. Negara juga melarang pematokan harga yang tidak wajar.
Di samping itu, negara akan memberikan sanksi tegas yang memberikan efek jera terhadap pelaku kecurangan. Untuk menciptakan ketahanan pangan, negara akan melakukan ekstensifikasi, yakni pengadaan lahan pertanian dan meminimalkan alih fungsi lahan. Di samping itu, melakukan intensifikasi, yaitu meningkatkan kualitas hasil pertanian.
Selain itu, negara akan mengadakan riset untuk menemukan varietas unggul, menyediakan alat-alat pertanian yang canggih dan produktif. Negara juga akan memudahkan para petani untuk mendapatkan sarana dan prasarana pertanian atau bahkan gratis. Mengadakan irigasi serta infrastruktur transportasi agar memudahkan proses distribusi hasil pertanian.
Demikianlah peran negara dalam sistem Islam. Karena problem kenaikan harga pangan hari ini bersifat sistemis maka dibutuhkan perubahan yang sistemis pula. Islam adalah satu-satunya jawaban atas segala problematika kehidupan hari ini. Untuk itu, mari kita upayakan bersama untuk mengembalikan sistem Islam (khilafah) ke tengah-tengah kehidupan. Khilafah nantinya akan menerapkan hukum-hukum Allah secara kaffah sehingga kesejahteraan bisa kita raih.