
Oleh: Fadillah Isnaini
Linimasanews.id—Untuk mencegah tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan keterlibatan pelajar dalam geng motor, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Sumut akan menerapkan sistem sekolah lima hari mulai Tahun Ajaran baru 2025/2026. Kebijakan ini disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Alexander Sinulingga (2/6/2025). Program ini akan mulai serentak pada seluruh SMA, SMK, dan SLB di Sumatera Utara mulai akhir Juli 2025 (diskominfo.sumutprov.go.id).
Program lima hari sekolah arahan Gubernur Sumut Bobby Nasution itu menurutnya m juga diyakini bisa meningkatkan pariwisata dan UMKM di Sumut. Dengan Sabtu dan Minggu pelajar lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, diharapkan memperkuat pengawasan orang tua dan membangun karakter anak sejak dini, sehingga dinilai program ini menjadi fondasi penting untuk masa depan pendidikan di Sumatra Utara.
Namun, akankah kebijakan ini mampu mewujudkan generasi yang unggul nan tangguh? Tidakkah mengurangi kriminalitas remaja dan meningkatkan pendapatan daerah ini hanya ilusi belaka?
Sebab, di sisi lain kebijakan ini akan menimbulkan permasalahan baru, seperti bertambahnya jam sekolah, kelelahan fisik dan emosional anak karena beban tambahan jam sekolah, hingga berkurangnya interaksi sosial anak terhadap lingkungan sekitar.
Pengurangan hari sekolah nantinya juga akan meningkatkan ketergantungan siswa kepada bimbingan belajar komersial, terutama saat menjelang ujian sekolah dan ujian masuk universitas. Sebab, 5 hari sekolah dirasa tidak efektif memenuhi kebutuhan belajar siswa. Hal ini jelas akan memperlebar kesenjangan antara siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu.
Belum lagi, persoalan dari penyelenggara pendidiknya, yaitu sekolah dan para guru. Banyak sekolah yang belum mumpuni sarana dan prasarana fasilitas pendidikannya, seperti kantin, fasilitas laboratorium, sarana olahraga, ruang kelas, toilet, mushola, dsb. Demikian juga tenaga pendidik yang belum merata dan mayoritas adalah tenaga kerja honorer dengan gaji kecil yang memiliki kerja sampingan setelah pulang sekolah. Tentu penambahan jam sekolah akan berdampak pula pada pekerjaan mereka.
Mengatasi kenakalan dan kriminalitas pada remaja/pelajar sesungguhnya bukan dengan penerapan kebijakan lima hari sekolah. Nyatanya, kebijakan enam hari sekolah pun membuka peluang bagi mereka untuk melakukan tindakan amoral dan kriminal.
Maka harusnya pendidikan di dasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam. Pendidikan Islam bukan sekadar aktivitas transfer ilmu, melainkan sarana untuk membentuk kepribadian Islam yang mulia pada pelajar. Yaitu, memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Hal ini akan menjadi faktor yang akan menghalanginya untuk melakukan kriminalitas.
Personal pendidikan sungguh akan terurai melalui sistem pendidikan Islam di bawah naungan khilafah (sistem Islam). Islam memandang pendidikan sebagai aspek strategis yang sangat penting dalam membentuk peradaban dan menentukan kejayaan suatu negara. Oleh karena itu, Islam mewajibkan negara bertanggung jawab penuh dalam menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh masyarakat secara gratis dengan kualitas terbaik.
Negara tidak boleh menyerahkan urusan pendidikan kepada swasta semata, apalagi menjadikannya komoditas yang diperjualbelikan. Sebab, Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah/penguasa) adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks ini, pemimpin wajib memastikan terpenuhinya hak rakyat atas pendidikan sebagaimana ia wajib memenuhi pendidikan dan keamanan secara langsung.
Islam juga sangat memuliakan para guru. Imam Al-Ghazali menyebut guru sebagai pewaris para nabi karena tugasnya menyampaikan ilmu dan membimbing umat menuju kebenaran. Maka dalam Islam, para guru tidak hanya diberikan penghargaan secara moral, tetapi juga jaminan kesejahteraan yang layak sebagai bentuk penghormatan terhadap peran vital mereka dalam pembangunan peradaban.
Dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh, pendidikan tidak akan menjadi beban atau komoditas, melainkan hak setiap individu yang dijamin negara demi mewujudkan generasi cerdas, beriman, dan bertaqwa. Tidakkah kita menginginkan sistem seperti ini diterapkan dalam kehidupan kita?