
Oleh: Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Linimasanews.id—Kota menjanjikan sejuta harapan untuk masa depan. Kota bak magnet yang menarik penduduk di Nusantara untuk tinggal di sana. Akibatnya, banyak penduduk desa pindah ke kota. Ledakan urbanisasi pun tak terbendung. Kota makin sesak. Ketidakseimbangan penduduk kota dan desa hari ini terjadi. Akibatnya, permintaan pemukiman layak terus terjadi.
Pemukiman layak adalah impian setiap penduduk yang tinggal di perkotaan. Salah satu pengembang yang menyulap lahan menjadi pemukiman fenomenal adalah Sumarecon Bekasi. Baru-baru ini Summarecon Bekasi mengembangkan sebuah klaster super mewah bertajuk Ultra-Luxury Living in Nature’s Embrace, Soultan Island (Detik.properti, 24/07/2025).
Namun, faktanya pemukiman layak ini harganya sangat tinggi. Alhasil, di balik gemerlapnya hunian super mewah dan fenomenal ini, ada saudara kita yang tinggal di gubuk tidak layak huni. Bekasi sebagai Kota Metropolis pun masih harus menangani persoalan kawasan kumuh hingga mencapai ratusan hektare. Masih ada lebih dari 300 hektare kawasan dengan berbagai tingkat kekumuhan (2021).
Berdasarkan data Disperkimtan dan laporan RP2KPKP, banyak wilayah kelurahan di Kecamatan Bekasi Timur, Medan Satria dan Bekasi Utara yang masuk daftar kawasan kumuh. Padahal, kawasan ini merupakan pintu masuk dan area sekitar kompleks Summarecon Bekasi.
Inilah bukti ketimpangan sosial ekonomi yang dilahirkan oleh sistem ekonomi kapitalisme liberal. Pembangunan hanya memihak pada kepentingan segelintir pihak. Terlihat jelas jurang antara si miskin dan si kaya. Padahal, mereka hidup berdampingan secara spasial. Rakyat biasa hanya gigit jari, tak mampu membeli pemukiman layak huni.
Penghasilan masyarakat yang pas-pasan bahkan kurang akibat sistem ekonomi liberal ini hanya cukup untuk membeli sesuap nasi. Lapangan pekerjaan yang makin sempit, PHK yang makin merebak, pengangguran yang makin meningkat mengakibatkan tingginya angka kemiskinan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025, tingkat kemiskinan di Kota Bekasi tercatat sebesar 4,01 persen. Angka ini menempatkan Bekasi sebagai salah satu dari tiga kota dengan tingkat kemiskinan terendah di Provinsi Jawa Barat (lampumerah.id). Namun, tidak sedikit yang hanya mampu tinggal di rumah petak atau tinggal di gubuk-gubuk yang renta. Mirisnya lagi, klaster ultra-mewah nan fenomenal tegak di tengah lingkungan kumuh.
Inilah indikasi gagalnya negara dalam menjamin keadilan distribusi kekayaan. Khas sistem ekonomi kapitalistik, kekayaan hanya dikuasai oleh para pemilik modal. Negara membiarkan perusahaan pengembang untuk membangun klaster mewah dan memfasilitasinya dengan fasilitas infrastruktur yang hanya bisa diakses terbatas oleh kalangan tertentu saja. Ini merupakan bentuk kezaliman struktural.
Pembangunan super fenomenal ini membuktikan negara berlepas tangan dengan kondisi rakyat. Seharusnya, negara yang menjadi pengurus rakyat turun tangan mengurus kepentingan rakyat. Mereka harus menyediakan lapangan pekerjaan yang luas untuk rakyat sehingga rakyat mempunyai penghasilan yang mencukupi sehingga pemukiman yang layak dapat terbeli.
Dalam sistem kapitalis, negara juga memberikan kepada pengembang raksasa untuk membuat perumahan super mewah dengan harga yang fantastis. Jelas rakyat jelata tak mampu membelinya. Perumahan super mewah ini hanya pengusaha yang berkantong tebal yang mampu membelinya. Sementara, negara menyediakan rumah subsidi sangat kecil yang tak layak huni.
Inilah borok sistem kapitalisme saat ini. Di luar tampak berpihak kepada rakyat, namun di sisi lain rakyat diinjak. Jelas fenomena ketimpangan ini menunjukkan gagalnya sistem kapitalisme liberal menyediakan perumahan layak untuk rakyat. Rakyat tak mampu membeli perumahan layak huni karena harganya selangit. Sistem kapitalisme ini tak mampu menyelesaikan permasalah perumahan layak huni.
Karena itu, butuh sistem alternatif untuk menjawab permasalahan umat terkait dengan perumahan layak huni. Sistem ini adalah sistem Islam yang bersumber dari wahyu Allah Swt.
Sistem Islam Menjamin Perumahan Layak Huni
Rasulullah bersabda, “Imam adalah ra’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Bukhari)
“Sesungguhnya al-imam (Khalifah) itu adalah perisai orang-orang yang akan berperang di belakangnya, mendukung dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Kedua hadits di atas menyadarkan kita bahwa standar kepemimpinan harus disandarkan kepada Islam. Sosok pemimpin dalam Islam adalah pengurus yang bertanggung jawab atas rakyatnya.
Dalam sistem Islam, rumah adalah salah satu kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara untuk rakyatnya. Negara wajib menjamin kebutuhan pokok seluruh rakyat (pangan, sandang, papan) dengan seluruh mekanismenya.
Pemenuhan kebutuhan pokok ini dilakukan beberapa tahap dan strategi. Yaitu, negara akan memerintahkan setiap kepala kelurahan untuk bekerja. Negara menyediakan fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang memperoleh pekerjaan yang layak.
Jika kepala keluarga tidak mampu bekerja karena sakit atau udzur syar’i maka ahli waris atau kerabat yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok untuk dia dan keluarganya. Jika mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya maka tetangga terdekat yang menanggungnya. Namun hal ini bersifat sementara. Setelah itu negara akan mengambil tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan untuk seluruh rakyat yang tidak mampu dan membutuhkan. Negara dari Baitul mal berfungsi menjadi penyantun bagi orang-orang yang lemah dan membutuhkan.
Begitulah cara sistem Islam dalam menjamin kebutuhan pokok kepada rakyatnya. Dengan penghasilan yang mencukupi maka setiap kepala keluarga akan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Selain itu dengan penghasilan terebut setiap kepala keluarga akan mampu membeli rumah yang layak huni untuk keluarganya.
Negara dengan tata kelola sesuai standar hukum syara’, niscaya akan mampu menciptakan perumahan yang layak huni. Regulasi Islam dan kebijakan khilafah akan memudahkan seseorang memiliki rumah. Salah satu regulasinya aturan terkait dengan tanah, ketika tanah ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya maka negara berhak memberikan kepada orang lain. Bahan-bahan pembuatan rumah juga mudah didapat sebab sebagian besar merupakan kepemilikan umum.
Negara juga memastikan adanya distribusi harta di tengah masyarakat. Islam mengizinkan kekayaan pribadi asalkan diperoleh dengan halal dan tidak menzalimi. Islam melarang sistem ekonomi yang menghasilkan jurang tajam antara elite dan rakyat. Negara Islam tidak akan membiarkan rumah-rumah ultra-mewah tumbuh sementara rakyat hidup di tempat tidak layak.