
Oleh: Novitasari
Linimasanews.id—Umar bin Khattab berkata, “Suatu negeri akan hancur meskipun ia makmur”. Mereka lantas bertanya, “mengapa hal itu dapat terjadi?”. Ia menjawab, “jika pengkhianat menjadi petinggi dan harta dikuasai orang-orang fasik.”
Lagi-lagi perkataan dari sahabat Rasulullah saw., yakni Umar bin Khattab seakan fase yang sedang dialami negeri ini. Bagaimana tidak, di negeri yang kaya akan sumber daya alam, terdapat rakyat miskin yang telantar dan sengsara. Lantas apa yang sedang terjadi di negeri ini? Mari kita simak fakta-fakta berikut.
Fakta yang Terjadi di Masyarakat
Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim bahwa angka kemiskinan di pedesaan menurun per bulan maret 2025 dibandingkan bulan september 2024. Hal ini terjadi karena petani mendapatkan keuntungan yang meningkat dari naiknya harga gabah dan komoditas perkebunan. Namun, pada waktu yang hampir bersamaan masyarakat perkotaan mengalami peningkatan angka kemiskinan. Fenomena ini terjadi karena banyaknya angka pengangguran dan kenaikan bahan pangan di kota.
Angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2025 dinilai berdasarkan survey sosial ekonomi nasional (susenas). Sungguh ironis, hasil dari survey tesebut mengklaim bahwa individu atau rakyat yang dikatakan miskin adalah mereka yang mendapatkan pemasukan upah sebesar Rp609.160 per kapita per bulan, atau sekitar Rp20.350 per hari. Maka, setiap penduduk yang memiliki penghasilan lebih dari nominal di atas sudah tergolong sebagai masyarakat yang tidak miskin menurut negara (www.tirto.id, 26/07/25).
Wilayah Penghasil Garam dan padi Terbesar
Selain fakta di atas, Kabupaten Indramayu kian menjadi bahan perbincangan pada akhir-akhir ini, pasalnya wilayah Indramayu adalah wilayah penghasil atau penyumbang padi dan garam terbesar di Indonesia karena lahan pertaniannya yang luas. Dengan demikian, sudah selayaknya masyarakat Indramayu sejahtera karena mereka memiliki ketahanan pangan yang kuat. Namun nahasnya, Kabupaten Indramayu berada diperingkat pertama sebagai kabupaten termiskin se-Jawa Barat. Hal ini harus segera medapat perhatian dari pemerintah agar mendapat titik terang (beritasatu.com, 21/07/2025).
Akar Permasalahan
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa angka kemiskinan kian menurun, padahal ada banyak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di mana-mana. Data mencatat daerah Jawa Tengah sebagai daerah yang paling tinggi mengalami PHK. Sudah jelas, dampak dari PHK ini nyatanya membuat rakyat menjadi semakin terpuruk. Angka kemiskinan yang menurun menurut BPS seakan tidak sesuai fakta yang terjadi di masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengganti angka garis kemiskinan nasional pada maret 2025 menjadi kurang lebih Rp20.305 per hari. Ini berhasil menekan angka kemiskinan ekstrem secara tulisan dan data, tetapi faktanya angka garis kemiskinan juga rendah. Indonesia masih memakai aturan PPP (purchasing power parity) tahun 2017, sebagai acuan untuk mengukur garis kemiskinan ekstrem yakni USD2,15 (Rp20.000 per hari). Ini merupakan manipulasi statistik untuk menunjukkan progres semu.
Sistem kapitalisme lebih memerhatikan kredibilitas ekonomi daripada realitas penderitaan rakyat. Lantas yang sebenarnya, akar kemiskinan ekstrem tidak terletak pada definisinya, melainkan ada pada sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Para pemilik modal akan senantiasa menggunakan topeng berkedok “regulasi” dan mengendalikan negara di balik sistem kapitalisme ini guna meraup keuntungan semata.
Akhirnya, kekayaan menumpuk pada segelintir elite tersebut, sementara akses terhadap pendidikan, kesehatan dan pekerjaan yang layak semakin mahal dan sulit diraih oleh rakyat menengah ke bawah. Negara terlupakan untuk mengurus kesejahteraan rakyat, negara yang dikuasai sistem yang kufur ini hanya berperan sebagai pengelola angka dan fasilitator untuk pasar bebas. Jalan keluar yang dijanjikan pun tidak pernah tuntas mengenai akar permasalahan. Sudah jelas ini adalah sistem ekonomi yang rusak, cacat dan menindas.
Islam sebagai Problem Solving
Islam datang pada masa manusia benar-benar berada dalam keadaan yang jahiliyah (bodoh). Islam datang dengan membawa cahaya harapan dan penyelesaian terhadap segala macam permasalahan dalam kehidupan. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh atas kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan tanpa adanya persyaratan dari pasar. Khalifah akan menolak segala bentuk kerja sama dengan orang-orang yang mengendalikan pasar jika itu akan merugikan dan menyengsarakan rakyat.
Selain itu, Sumber Daya Alam (SDA) akan dikelola oleh negara dengan melibatkan Sumber Daya Manusianya (SDM) sehingga terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara keduanya. Sebagai contoh, Indonesia memiliki begitu banyak lahan yang bisa disulap menjadi lahan pertanian, perkebunan, perhutanan bahkan perikanan.Negara akan memfasilitasi baik sarana dan prasarana, negara juga akan memberikan edukasi terhadap rakyat agar mereka bisa berkarya di bidang-bidang yang sesuai dengan keahlian mereka. Sehingga diharapkan upaya ini nantinya akan dapat melahirkan masyarakat yang bahagia dan sejahtera.
Khilafah tidak mengukur kemiskinan dari angka yang dicantumkan PPP yang dibuat oleh lembaga internasional, melainkan melihat dari apakah kebutuhan pokok setiap individu terpenuhi atau tidak. Maka dari itu, pemimpin dalam Islam akan senantiasa mengatur strategi agar seluruh hak-hak rakyatnya terpenuhi. Tidak akan tersirat oleh seorang khalifah sesuatu yang akan menyengsarakan rakyatnya, karena sejatinya Islam menetapkan seorang pemimpin adalah pelindung dan perisai bagi umat yang dipimpinnya.
Hal yang tidak dapat dimungkiri, Islam pernah memiliki khalifah-khalifah yang sangat memerhatikan kesejahteraan rakyat di antaranya adalah Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Beliau menjadi pemimpin dan perisai umat selama kurun waktu kurang lebih 10 tahun 6 bulan. Beliau seolah mewakafkan seluruh hidupnya untuk kemaslahatan umat dan berhasil membuat umat Islam disegani oleh dunia. Sebuah negara akan maju dan disegani ketika pemimpinnya adalah seseorang yang patuh dan tunduk pada aturan sang pencipta yakni Allah Swt. Wallahualam.