
Oleh: Hamsia (Pegiat Opini)
Linimasanews.id—“Gemah ripah loh jinawi toto tentram kertaraharjo.” Kalimat ini selalu terngiang di telinga rakyat Indonesia. Kekayaan alam yang berada di Indonesia sangat besar, salah satunya minyak mentah, gas alam, timah, tembaga,dan emas.
Kekayaan alam yang melimpah ruah berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat saat ini. Rakyat selalu tercekik dengan beraneka macam pajak. Apalagi saat ini pajak mengalami penurunan.
Dilansir CNBC Indonesia, penerimaan pajak anjlok pada Maret 2024. Sejumlah setoran pajak dari beberapa sektor industri mengalami penurunan yang sangat drastis seperti industri pertambangan hingga industri manufaktur. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa setoran pajak yang mengalami penurunan di beberapa industri ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian domestik yang terdampak akibat tekanan ekonomi global.
“Kalau dibreakdown per sektor kita bisa lihat gambaran ekonomi kita dari pajak ini,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN edisi April 2024 di kantornya, Jakarta, Jumat pertambangan, Senin (20 April 2024)
Pajak Pendapatan Utama
Pajak merupakan pendapatan utama dalam sistem kapitalisme saat ini. Segala sesuatu yang menghasilkan uang maka akan dikenakan pajak, mulai dari pajak pertambahan nilai, pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan sebagainya. Sebab, pajak dianggap memiliki peran penting dalam pembangunan.
Pemerintah Garut pun memberikan penghargaan wajib pajak atas kontribusi penerimaan pajak KPP Pratama Kabupaten Garut 2023. Dalam acara tersebut, pemerintah daerah Garut memberikan apresiasi bagi setiap wajib pajak yang taat membayar pajak karena membayar pajak artinya sudah ikut serta dalam pembangunan (Jabarprov, 18/5/2024).
Hingga kini, kebijakan pemerintah tidak pernah berubah. Semua kebijakan tetap kental dengan liberalisme. Aturan untuk selalu taat dalam membayar pajak ternyata aturan tersebut hanya berlaku untuk masyarakat kelas bawah. Pada faktanya, demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar, pemerintah justru menghapus beberapa pajak.
Salah satunya adalah pajak penghasilan, contohnya Tax Holiday Penanaman Modal sebesar 100% untuk badan usaha yang mau menanamkan modal di IKN. Pengurangan PPh 100% atau 85% untuk badan yang bergerak di sektor keuangan IKN. Fasilitas fantastis ini berlaku selama 25 atau 20 tahun (Nasional Kontan, 19/5/2024).
Kebijakan pajak yang berbeda-beda ini makin menunjukkan bahwa pemerintah sedang menimbang segi untung ruginya. Inilah penganut paham ekonomi kapitalisme, sistem yang selalu mengandalkan pajak sebagai pendapatan utama. Hasilnya rakyat selalu mengalami pemerasan untuk membayar pajak.
Pajak Menindas Rakyat
Konsekuensi dari target APBN yang mengandalkan pajak membuat semua aktivitas akan terkena pajak. Dampaknya adalah ekonomi biaya tinggi. Kalangan pengusaha yang produknya terkena pajak, pasti akan membebankan tambahan biaya tersebut ke dalam harga produk yang dijualnya. Pada akhirnya, pajak kini menjadi komponen harga dalam sebuah produk dan jasa. Akibatnya semua beban pajak akan ditanggung rakyat.
Sayangnya, penerimaan pajak yang sangat besar itu tidak jelas arahnya. Padahal pemerintah harusnya bisa memanfaatkan penerimaan pajak yang sangat besar itu untuk menggerakkan perekonomian rakyat, yang terjadi justru penerimaan pajak yang sangat besar itu diberikan bagi pengusaha besar.
Ketidakadilan makin nyata. Di satu sisi, pemerintah terus menggenjot penerimaan pajak, tetapi penggunaan penerimaan negara itu justru untuk menstimulus pengusaha besar. Sejatinya, dengan hanya mengendalikan penerimaan negara dari pajak sudah pasti semua beban akan ditimpakan kepada rakyat. Pada akhirnya, rakyat makin tertindas.
Inilah dampak penerapan sistem kapitalisme. Kekayaan negara diserahkan kepada asing, sementara negara tak memiliki sumber pendapatan. Akhirnya, rakyat sebagai andalan. Jadilah negara memeras rakyat melalui pajak dan pajak menjadi pilar utama pendapatan negara.
Islam Solusi Tuntas
Islam adalah agama paripurna yang diturunkan oleh Allah Swt. untuk menyelesaikan persoalan umat, khususnya masalah pajak. Dalam hal mengatur pendapatan, Islam memiliki aturan sesuai dengan hadits yang berkaitan dengan pengelolaan SDA, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Selain dari pengelolaan SDA, Islam pun mengatur sumber pemasukan dari berbagai macam. Seperti jizyah, fai, kharaj, dan ghanimah. Semua pemasukan ini akan membuat kas negara Baitul Mal terisi dan bisa digunakan negara untuk mencukupi kebutuhan rakyat.
Semua ini hanya ada pada negara yang menjadikan Islam sebagai landasan aturan di bawah kepemimpinan seorang Khalifah. Jadi, hanya Khilafah yang bisa mengelola keuangan dengan baik, sehingga tidak akan membebani masyarakat. Penarikan pajak tidak terjadi dalam sistem Islam. Sebab, pajak atau dharibah adalah bukan pendapatan tetap negara. Pajak hanya dipungut pada waktu tertentu ketika kas negara kosong, itu pun tidak dibebankan kepada seluruh rakyat seperti sekarang, pajak hanya khusus bagi orang-orang kaya saja.
Negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok individu seperti sandang, pangan, dan papan dengan mekanisme tidak langsung. Dalam kondisi tertentu, negara menjamin kebutuhan tersebut dengan menggunakan mekanisme langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan tersebut. Setiap individu diwajibkan bekerja maka negara wajib menciptakan lapangan pekerjaan yang luas.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (kepala negara) adalah pemelihara/ pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahu a’lam bishawwab.