
Oleh : Asma Sulistiawati
Ipteng—Waktu adalah nikmat yang sering dilupakan. Ia berjalan tanpa suara, tetapi dampaknya bisa mengubah segalanya.
Ada masa ketika kita merasa punya banyak waktu untuk melakukan ini dan itu. Namun, tanpa sadar waktu itu habis tanpa hasil. Ada pula masa kita merasa sibuk luar biasa, hingga tak sempat lagi memikirkan hal-hal yang dahulu dianggap penting.
Rasulullah pernah mengingatkan bahwa ada dua nikmat yang sering dilalaikan oleh manusia. Yaitu, nikmat sehat dan waktu luang. Kita sering menyepelekan waktu yang kosong dengan alasan ingin istirahat sejenak. Padahal, istirahat itu menjadi celah bagi setan untuk menjerumuskan kita ke dalam kelalaian.
Hari ini waktu terasa longgar. Namun besok? Belum tentu. Waktu bisa berubah secepat angin berembus, meninggalkan kita dengan segunung penyesalan karena telah menyia-nyiakannya.
Waktu luang seharusnya menjadi kesempatan terbaik untuk memperbaiki diri, untuk belajar lebih banyak, beribadah lebih khusyuk, dan mendekatkan diri kepada Allah. Tetapi kenyataannya, waktu luang sering diisi dengan hal-hal yang tidak perlu. Duduk terlalu lama di depan layar, menonton tanpa batas, bermain gim tanpa arah, semua itu menyita waktu yang sangat berharga. Yakni, waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk menanam amal kebaikan, waktu yang tidak akan pernah kembali.
Di sisi lain, banyak orang juga terjebak dalam kesibukan. Meereka merasa hidup terlalu padat hingga tidak punya waktu untuk hal-hal spiritual. Salat dikerjakan terburu-buru, membaca Al-Qur’an ditunda-tunda, menghadiri kajian dianggap sebagai beban. Kesibukan dunia memang kerap menutupi hati, membuat kita lupa bahwa ruhani juga butuh diberi makan. Kita terlalu sibuk mengejar target, angka, dan jabatan, namun lupa bahwa semua itu tidak akan dibawa ke dalam kubur.
Kesibukan bukan alasan untuk meninggalkan Allah. Justru dalam kesibukan itu, kita diuji apakah kita tetap menjadikan Allah sebagai prioritas, tetap meluangkan waktu untuk shalat, dzikir, dan amal salih di tengah padatnya aktivitas. Kesibukan bisa menjadi ladang pahala jika niat kita benar dan tetap terjaga. Akan tetapi, ia juga bisa menjadi jebakan jika kita tidak hati-hati dalam mengatur waktu dan niat.
Manusia yang bijak bukan yang punya banyak waktu, tetapi yang tahu bagaimana memanfaatkan setiap waktu yang ada, baik saat luang maupun saat sibuk. Ketika luang, ia tidak larut dalam kemalasan. Ketika sibuk, ia tidak tenggelam dalam kesibukan dunia. Ia tahu bahwa setiap detik yang berlalu adalah bagian dari hidup yang tidak bisa diulang. Ia sadar bahwa waktu adalah amanah dan kelak akan dipertanyakan di hadapan Allah.
Mengapa kita sering merasa waktu cepat habis namun sedikit amal yang terkumpul? Jawabnya, bisa jadi karena kita terlalu banyak menunda. Kita berkata nanti saja, besok saja, tunggu ada kesempatan. Padahal, kesempatan tidak akan selalu datang dua kali. Hari ini kita masih sehat dan bisa beraktivitas, tetapi besok belum tentu. Hari ini kita masih diberi kekuatan dan akal yang tajam, tetapi tidak ada jaminan itu akan bertahan selamanya.
Kita perlu belajar dari para ulama dan orang salih terdahulu. Mereka sangat menjaga waktunya. Setiap detik dihitung dan dipertanggungjawabkan. Mereka menjadikan waktu sebagai kendaraan menuju akhirat. Mereka sadar bahwa kehidupan ini hanya sementara. Dunia bukan tempat tinggal, melainkan tempat persinggahan. Maka, mereka isi waktunya dengan amal dan ilmu.
Hidup ini adalah tentang pilihan. Kita bisa memilih untuk sibuk dengan hal yang berguna atau sibuk dengan kesia-siaan. Kita bisa memilih untuk memanfaatkan waktu luang sebagai ladang pahala atau membiarkannya hilang begitu saja. Tidak ada yang memaksa kita. Tetapi kelak, semua akan kita pertanggungjawabkan.
Jika hari ini kamu sedang luang, jangan tunggu sibuk datang baru menyesal. Jika hari ini kamu sedang sibuk, jangan jadikan itu alasan untuk meninggalkan kebaikan. Luang dan sibuk hanyalah keadaan. Tetapi amal dan keputusan, ada di tangan kita. Manfaatkanlah waktumu, sekecil apa pun itu. Karena, tidak ada waktu yang benar-benar kosong. Setiap momen adalah peluang untuk mendekat kepada Allah, memperbaiki diri, dan mempersiapkan kehidupan yang kekal nanti.