
Oleh: Dewi Sartika (Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—“Gemah ripah loh jinawi”. Penggalan ungkapan dari bahasa Jawa ini menggambarkan bahwa Indonesia mempunyai sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah. Namun sayangnya, limpahan SDA berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat Indonesia. Dalam masalah kemiskinan, sampai saat ini tidak terselesaikan meski banyak cara dilakukan untuk menurunkan angka kemiskinan.
Pemerintah mengklaim kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan pada awal tahun 2025. Akan tetapi jumlahnya masih tinggi. BPS mengungkapkan, penduduk miskin pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang. Secara presentasi jumlahnya mencapai 8.74% dinilai minimum 0,1% poin dari September 2024. Di sisi lain, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) makin meningkat. Gelombang PHK besar-besaran terjadi dengan jumlah pekerja yang terdampak mencapai 60.000 orang pada 2 bulan pertama tahun ini. Hal ini berdasarkan data laporan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (CNBCIndonesia, 25/7/2025).
Standar Kemiskinan ala Kapitalis
Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan kemiskinan nasional pada Maret 2025 adalah mereka yang memiliki pengeluaran sebesar Rp609.160 per kapita per bulan, atau setara dengan Rp20.305 per hari (CNN Indonesia, 25/7/2025).
Meski Pusat Statistik mengklaim bahwa kemiskinan ekstrem mengalami penurunan, namun hal ini perlu dipertanyakan. Sebab, kemiskinan bukan soal angka, melainkan kondisi riil masyarakat. Masih banyak masyarakat memiliki pendapatan di atas rata-rata yang ditetapkan oleh pemerintah (Rp20.305), namun kondisinya sangat memprihatinkan. Untuk memenuhi kebutuhan pokok saja kembang kempis, apalagi untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan.
Kemiskinan ini bukanlah terjadi secara alami, seperti faktor keturunan dari keluarga miskin, melainkan kemiskinan ini terjadi dengan adanya penerapan sistem yang salah. Dalam sistem kapitalisme ini, terjadinya kemiskinan adalah suatu keniscayaan. Sebab, kebebasan dalam sistem ekonomi kapitalis menjadikan korporasi bebas menguasai apa saja, termasuk sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Sistem kapitalis menjadikan harta berputar pada segelintir orang, sehingga makin lebar kesenjangan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sistem ini pun menjadikan kebutuhan mendasar kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan makin sulit dijangkau masyarakat menengah ke bawah.
Sementara itu, negara dalam sistem ini hanya berfungsi sebagai pengelola angka (manipulatif angka) dengan narasi seolah-olah telah berhasil menurunkan angka kemiskinan. Negara m hanya sebagai fasilitator yang menjembatani adanya pasar bebas dan sebagai penyelenggara program tambal sulam yang menghasilkan aturan dan kebijakan yang lebih berpihak kepada pemilik modal. Solusi yang ditawarkan pun tidak pernah menyentuh akar persoalan, yakni penerapan sistem ekonomi yang cacat.
Sistem ekonomi kapitalis Memberikan kebebasan kepada swasta untuk menguasai sumber daya alam, sementara masyarakat harus berjuang sendiri rakyat bekerja jungkir balik mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sumber daya alam yang seharusnya untuk kemaslahatan umat, justru dimiliki oleh asing. Akibatnya, rakyat tidak dapat menikmati kekayaan alam yang menjadi hak mereka. Meskipun ada sumber daya alam yang dikelola oleh negara, tetapi faktanya bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk mencari keuntungan dan memperkaya diri sendiri. Alhasil, rakyat yang miskin makin miskin dan tertindas, yang kaya makin kaya. Sungguh ironis.
Islam Mewujudkan Kesejahteraan
Jika dalam kapitalis para penguasa hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator yang menguntungkan swasta semata, tidak dengan sistem Islam (khilafah). Dalam Islam, penguasa (khalifah) adalah pelindung, pengayom, pelayan, pengurus bagi rakyatnya. Penguasa dalam setiap kebijakannya berkewajiban menyejahterakan seluruh rakyatnya.
Dalam definisi Islam, kesejahteraan tercermin pada masyarakat yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan pokoknya (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan) secara layak. Karena itu, negara berusaha semaksimal mungkin agar rakyatnya tidak mengalami kemiskinan.
Langkah yang dapat ditempuh oleh khilafah dalam mengatasi kemiskinan adalah dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ini, kekayaan alam dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan umat. Seperti, memenuhi kebutuhan akan pelayanan dan penyediaan fasilitas publik, jalan raya, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain secara cuma-cuma sehingga masyarakat tidak lagi mengeluarkan biaya yang besar untuk mengaksesnya.
Negara menjamin kebutuhan pokok masyarakat dengan menerapkan aturan Islam agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan primernya. Oleh karna itu, Islam mewajibkan bagi laki-laki untuk bekerja mencari nafkah agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya.
Karena itu, menjadi suatu kewajiban bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki untuk bekerja dan memberi sanksi kepada individu yang lalai akan tanggung jawabnya kepada keluarga. Sementara untuk kebutuhan kesehatan dan pendidikan menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi dan menyediakan sarana dan prasarana yang secara gratis.
Negara mengatur kepemilikan sesuai syariat. Dalam Islam, kepemilikan dibagi atas tiga bagian: kepemilikan umum, kepemilikan pribadi, dan kepemilikan negara. Syariat Islam mengatur pengelolaan setiap pos-pos kepemilikan tersebut, serta memastikan agar setiap pengelolaannya sesuai dengan syariat Islam.
Setelah itu, negara mengatur pendistribusian hasil pengelolaan sumber daya alam yang ada agar harta tidak hanya berputar pada kalangan orang-orang kaya saja, tetapi merata untuk seluruh masyarakat. Karena, setiap individu memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk menikmati hasil produksi sumber daya alam. Islam pun melarang adanya praktik penimbunan harta, serta mendorong siapa saja untuk mengelola hartanya.
Dengan mekanisme yang diberikan oleh Islam dalam mengatasi kemiskinan, jaminan kesejahteraan akan terwujud. Para pemimpin Islam mengukur kemiskinan bukan dari angka yang tertera melainkan melihat dari segi apakah kebutuhan pokok di setiap individu masyarakat terpenuhi secara layak atau tidak.
Inilah gambaran jika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan yang didukung dengan penguasa yang berperan sebagai pengurus dan pelindung. Dengan begitu, terwujudnya kesejahteraan masyarakat bukanlah sesuatu yang mustahil.