
Oleh: Tri Riesna Riandayani, S. T. P.
Linimasanews.id—Pemuda adalah generasi penerus dari sebuah peradaban. Tidak akan ada peradaban baru jika tidak ada pemuda. Begitu pula, tidak akan tercipta generasi emas jika pemudanya lalai dari tanggung jawabnya.
Begitu krusialnya peran pemuda untuk keberlanjutan sebuah pembangunan. Mereka adalah agen pembangunan sebuah negeri. Ironisnya, di negeri ini, kebobrokan melanda generasi muda. Kasus demi kasus menjerat pemuda dan terus terjadi sampai ke pelosok negeri. Penyalahgunaan narkoba, pembunuhan, LGBT, tawuran, perundungan yang berujung hilangnya nyawa manusia, seolah menjadi hal biasa yang terjadi.
Komnas Perlindungan Anak (KPAI) dan Kementrian Kesehatan menyatakan hasil survei menunjukkan 62,7% remaja di Indonesia pernah melakukan hubungan seks bebas atau seks di luar nikah (Setiawan, 2019). Sementara terkait kasus anak yang berkonflik dengan hukum, data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan terjadi tren peningkatan pada periode 2020 hingga 2023. Per 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum (kompas.com, 29/08/2023).
Miris melihat generasi emas negeri ini mengalami degradasi moral. Berita yang terdengar sehari-hari seperti fenomena gunung es. Kasusnya terus terulang tanpa penyelesaian yang efektif. Ini merupakan alarm keras untuk masyarakat dan negara. Akankah generasi emas bisa terwujud jika pemudanya masih terlalaikan dari peran pentingnya sebagai tonggak masa depan bangsa?
Dampak Kapitalis
Tuntutan ekonomi di era kapitalis ini telah memaksa ketidakidealan sebuah keluarga. Ayah sibuk mencari nafkah di luar rumah hingga terkadang “lupa” akan peran besarnya yang bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pemimpin, pendidik, pelindung, dan teladan bagi anak dan istrinya. Ibu pun sama, tergerus persoalan ekonomi yang kian sulit. Dampaknya, anak dibiarkan tumbuh dan besar dengan lingkungan yang juga tidak ideal.
Di zaman yang serba materialistik ini para pemuda juga dihadapkan pada gaya hidup yang jauh dari nilai-nilai Islam. Kapitalisme membuat pemikiran remaja sekarang hanya disibukkan pada materi, konsumerisme dan gaya hidup hedonis. Kapitalisme mengubah pandangan hidup para remaja. Pencapaian kesuksesan bukan lagi bertujuan pada kehidupan setelah mati (akhirat), tetapi sekadar haus validasi dari manusia dan kemapanan finansial, tanpa peduli dengan batasan halal haram.
Kehidupan hedonis yang muncul akibat sistem kapitalis membuat budaya yang jauh dari nilai Islam seolah biasa. Akhirnya pemuda terjerumus pada kubangan kerugian dan dosa besar. Hal ini karena musuh-musuh Islam berusaha merintangi jalan para pemuda muslim. Mereka berupaya mengubah pandangan hidup umat Islam, dengan memisahkan mereka dari agama. Padahal, akar muka dari degradasi moral generasi muda adalah jauh dari nilai-nilai Islam yang semestinya.
Pemuda dalam Perspektif Islam
Dalam pandangan Islam, pemuda adalah tulang punggung pergerakan menuju peradaban mulia yang diridai Allah. Hendaknya para pemuda Islam bersegera (bersemangat) mendatangi majelis-majelis ilmu agama (pengajian), baik di masjid atau di pusat dakwah Islam, memanfaatkan waktu untuk menghafal dan mempelajari Al-Qur’an serta kitab-kitab (para ulama).
Allah Ta’ala berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104)
Dari Abu Hurairah ra., dari Rasulullah bersabda, “Tujuh (golongan) yang Allah naungi di hari yang tidak ada naungan melainkan naungan dari-Nya, (yaitu) pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Tuhannya ….” (HR. Bukhari dan Muslim)
Karena itu, kunci solusi degradasi moral remaja saat ini adalah taat pada aturan Allah sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad saw. secara menyeluruh, baik oleh individu, keluarga, masyarakat, maupun negara.