
Oleh: Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Linimasanews.id—Bekasi sebagai kota penyangga ibukota usianya sudah tidak muda lagi. Permasalahan silih berganti menghampiri seolah tak ada henti, salah satunya masalah transportasi.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi berencana meremajakan angkutan kota (angkot) dari sistem konvensional menjadi berbasis aplikasi seperti JakLingko di Jakarta. Hal ini bertujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat agar makin nyaman dan aman. Direktur PT Mitra Patriot (PTMP) David Rahardja mengatakan, terobosan ini sebagai langkah memodernisasi angkot agar lebih layak serta mengatasi masalah kemacetan (Rakyat Bekasi, 21/08/2025).
Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat menegaskan rencana pembangunan dua jembatan layang (flayover) di Kota Bekasi. Hal ini dilakukan sebagai langkah strategis untuk mengurangi kemacetan yang makin parah di Bekasi. Pembangunan dua flyover ini menjadi bagian dari upaya Pemprov Jabar dan Pemkot Bekasi dalam meningkatkan konektivitas dan mengurangi beban transportasi perkotaan yang terus meningkat (Kompas.com, 22/08/2025).
Jika ditilik, kemacetan di Bekasi juga kerap dipicu faktor banjir, jalan rusak, galian jalan, dsb. Karena itu, jalan mulus tidak berlubang, sistem saluran air yang baik, serta konstruksi jalan yang tertata rapi merupakan hal penting yang harus segera direalisasikan pemerintah. Untuk itu, butuh upaya serius dari pemerintah dan masyarakat agar permasalahan kemacetan di Bekasi segera terurai.
Derasnya Arus Urbanisasi
Transportasi memadai di kota-kota besar menjadi kebutuhan utama masyarakat. Mengingat, arus urbanisasi saat ini tidak bisa terhindarkan. Kota memiliki sejuta harapan. Luasnya lapangan pekerjaan menjadi daya tarik penduduk desa untuk pindah ke kota. Urbanisasi ini pun membuat penumpukan penduduk di kota-kota besar, salah satunya Bekasi. Hal ini kemudian menimbulkan masalah pelik, salah satunya terkait transportasi. Jika pembangunan transportasi tidak menjadi prioritas pemerintah, kemacetan akan menjadi persoalan perkotaan.
Sejatinya pemerintah telah berusaha mengurangi kemacetan. Namun, belum membuahkan hasil yang berarti. Pengoperasian busway, penerapan ganjil genap, mewajibkan PNS pada hari tertentu naik angkutan umum pada faktanya belum sepenuhnya mampu menjawab permasalahan kemacetan. Sebaliknya, dari hari ke hari justru makin mengular.
Angkot sebagai salah satu sarana transportasi umum di Bekasi, namun hari ini kurang diminati. Kondisi angkot yang sudah tua, sopir yang kerap ugal-ugalan, dan tarif yang cukup tinggi membuat masyarakat beralih menggunakan kendaraan pribadi. Ditambah lagi, ada jarak antara perumahan warga dan sekolah yang tidak terhubung layanan transportasi umum. Hal ini menjadi persoalan bagi masyarakat yang mempunyai usaha angkot maupun sopirnya. Penghasilannya dari hari ke hari semakin menurun.
Oleh karena itu, alih-alih jadi solusi, metode pembayaran angkot angkutan modern menggunakan kartu ataupun pembayaran nontunai serta sistem berbasis aplikasi, justru berpotensi menimbulkan masalah baru. Cara baru ini cukup menyulitkan masyarakat karena belum terbiasa melakukan pembayaran dengan kartu atau nontunai. Kurangnya sosialisasi sebelumnya terkait program baru ini membuat masalah jadi pelik.
Pembangunan Kapitalistik
Di sisi lain, mengurangi kemacetan dengan membangun jalan layang namun melibatkan swasta atau BUMN sebagai investor akan memungkinkan campur tangan pemodal atau bahkan negara lain untuk dalam proyek-proyek tersebut. Alhasil, pembangunan jalan layang sebagai bagian dari pembangunan perkotaan tersebut berorientasi ekonomi kapitalistik, cenderung hanya mengutamakan keuntungan bagi pemilik modal, bukan sepenuhnya demi manfaat bagi masyarakat luas.
Dalam hal ini, negara sudah kehilangan daya urus atas rakyatnya. Paradigma sekuler kapitalisme sudah mengkooptasi pemikiran penguasa dalam membangun hubungan dengan rakyatnya. Bukan lagi seperti penggembala dan gembalaan, melainkan sebagai regulator bagi pemodal. Alhasil, negara memandang semua urusan dengan kacamata pengusaha, termasuk dalam memenuhi hak-hak rakyat dalam hal transportasi.
Sistem kapitalisme ini tidak mampu menyelesaikan masalah transportasi yang terjadi saat ini. Karena itu, butuh solusi pasti agar sistem transportasi berjalan lancar tanpa kendala. Solusi pasti itu adalah sistem Islam.
Sistem Islam Menyelesaikan Masalah Transportasi
Dalam Islam, khilafah (negara yang menerapkan Islam secara sempurna) memilki kewenangan penuh serta bertanggung jawab langsung terhadap hajat publik, termasuk transportasi. Khalifah (kepala negara) akan menjamin pemenuhan kebutuhan transportasi publik. Dengan visi riayah (pelayanan) negara melakukan tata kelola transportasi, bukan menyerahkan tanggung jawabnya kepada swasta.
Dalam Islam, tidak dibenarkan menggunakan pembangunan infrastruktur dengan konsep KPS (kemitraan pemerintah dengan swasta). Sebab, negara tidak dibenarkan berperan hanya sebagai regulator. Rasulullah saw., bersabda, “Imam/khalifah adalah rain (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari)
Di samping itu, negara juga berkewajiban memenuhi kebutuhan publik berupa sarana IT (informasi dan teknologi). Dalam hal ini, negara (khilafah) juga harus mengedepankan prinsip pelayanan daripada keuntungan. Apabila khalifah memandang IT sebagai sarana strategis dalam pelayanan transportasi publik, maka negara akan memenuhinya dengan menggunakan anggaran dari kas negara. Sebab, pembiayaan transportasi publik dan infrastrukturnya itu untuk kepentingan rakyat. Salah satu sumber dananya berasal dari harta milik umum (misalnya, hasil tambang).
Dalam Islam, negara wajib memastikan setiap individu bisa dengan mudah mengakses kebutuhan dasar dan layanan publik. Di samping itu, negara juga menjamin keamanan dan ketertiban umum, salah satunya keamanan dan kelancaran di jalan raya. Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah boleh mendatangkan bahaya untuk diri sendiri dan juga membahayakan orang lain.” (HR Ibnu Majah dan ad Daruquthni)