
Oleh: Mutiara Aini
Linimasanews.id—Bak jamur di musim hujan, kasus kriminalitas remaja makin marak. Pergaulan bebas, aborsi, geng motor, penyalahgunaan narkoba, tawuran, dan lainnya seakan telah menjadi hal yang tidak asing lagi, sekalipun aparat sudah tak kehabisan cara menghentikannya.
Kasus tawuran, misalnya, hari ini kian meresahkan. Selain angkanya yang terus naik, korban tewasnya pun terus bertambah. Dalam aksinya, tak jarang mereka bahkan live streaming, menjadikannya ajang promosi kepada netizen untuk mencari cuan. Konten tawuran tersebut berpotensi untung besar karena banyak yang tertarik menonton.
Mengutip akun Instagram @jakarta.terkini, sejumlah remaja terlibat tawuran di Jalan Dr. Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan (Jaksel) pada Ahad, (24/8/2025). Dalam aksinya, kedua kelompok saling lempar batu, senjata tajam, dan petasan. Akan tetapi, aksi tersebut tidak berlangsung lama karena petugas kepolisian segera datang dan berhasil menggagalkan aksi tersebut.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dikabarkan telah menggelar program “Manggarai Bersholawat” untuk mengatasi tawuran di Jakarta, khususnya di kawasan Manggarai. Menurut Gubernur DKI Pramono Anung, kegiatan itu bukan semata-mata hanya untuk mengatasi masalah tawuran, tetapi menjadi pintu masuk menyelesaikan permasalahan masyarakat (antaranews.com, 25/8/2025).
Kegagalan Sistem
Sungguh, dunia remaja hari ini makin mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, remaja yang seharusnya disibukkan dengan aktivitas belajar, malah menjadi predator masyarakat yang sangat meresahkan, sebuah catatan kelam kondisi remaja hari ini.
Kenakalan dan degradasi moral remaja didorong oleh beberapa faktor. Di antaranya: Pertama, lingkungan keluarga yang kurang perhatian, seperti kasih sayang orang tua yang kurang, pola asuh yang terlalu keras atau justru terlalu bebas, atau adanya konflik dalam rumah tangga.
Kedua, lingkungan sosial, misalnya pergaulan dengan teman sebaya yang negatif atau tekanan sosial karena eksistensi (ingin diakui) dalam kelompok.
Ketiga, lingkungan pendidikan. Kurangnya pembinaan karakter di sekolah dan sistem pendidikan yang lebih menekankan akademik tanpa menyeimbangkan moral-spiritual dapat menjadikan anak-anak/remaja mudah terbawa arus negatif.
Keempat, media dan teknologi. Paparan konten pornografi, kekerasan, gaya hidup hedonis menjadi salah satu pemicu budaya pamer, iri hati, dan perilaku konsumtif.
Sungguh, kenakalan remaja merupakan cermin dari rapuhnya sistem pembinaan moral, baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Untuk itu, mengatasinya pun tidak cukup dengan hukuman ataupun program shalawat, tetapi dengan pendekatan kasih sayang, pembinaan karakter, dan penguatan akidah.
Di sisi lain, moderasi beragama pun tidak dapat menyelesaikan persoalan remaja. Karena, moderasi beragama yang kini makin gencar disosialisasikan tersebut bertujuan agar para pelajar jauh dari kepribadian Islam dan dicukupkan hanya memiliki profil moderat dalam beragama, yakni beragama tetapi tidak bertentangan dengan arah pandang sekuler Barat. Di samping itu, karena faktor penyebab terbesar dalam kasus kenakalan remaja bukanlah pertikaian karena SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), melainkan adanya budaya liberal (kebebasan) yang terus mencemari generasi muda sehingga mereka merasa bebas bertingkah laku.
Mirisnya, negara seolah tidak benar-benar peduli terhadap nasib generasi yang kian hari kian moralnya kian bobrok. Pemerintah seolah tidak khawatir kehilangan generasi penerus bangsa. Mereka justru tampak khawatir pada kebangkitan Islam sebab dapat mengancam syahwat kekuasaan mereka. Alhasil, mereka sibuk menjalankan perannya sebagai penjaga sistem sesuai arahan Barat dan melakukan segala cara menjaga eksistensi ideologi kapitalisme produk Barat.
Islam Solusi
Ketika generasi memiliki pemahaman Islam yang kafah, mereka akan menjadi generasi yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat, sehingga terbentuk sosok calon pemimpin yang independen dan lepas dari kendali asing.
Di samping itu, saat yang sama penerapan syariat Islam kafah oleh negara akan mengantarkan pada keluhuran bangsa. Itulah yang sebenarnya ditakuti Barat.
Dalam sistem Islam, umat dituntut agar setiap aktivitasnya dilandasi dengan akidah Islam. Maka dari itu, penanaman akidah harus dilakukan di berbagai lapisan, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga negara, sehingga umat, termasuk generasi akan memiliki akidah yang kuat dan perilakunya akan senantiasa terikat dengan hukum syarak.
Dalam lingkungan keluarga, seorang Ibu memiliki peran yang sangat penting, yaitu sebagai pendidik sekaligus sebagai ummu warobbatul bait (ibu pengatur rumah tangga). Ia akan berusaha membentuk karakter yang baik dengan memberikan contoh yang baik pula, memberikan pendidikan agama, mengajarkan nilai-nilai moral yang positif, dan membentuk akhlak yang mulia.
Begitu juga, masyarakat memiliki peran penting dalam mencegah kenakalan remaja. Hal itu dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti memberikan pengawasan dan mengarahkan remaja agar melakukan kegiatan positif dan bermanfaat, menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan positif, seperti lapangan olahraga, pusat kegiatan remaja, dan lain-lain. Selain itu, memberikan pendidikan dan penyuluhan tentang nilai-nilai moral, etika, dan hukum kepada remaja melalui kajian intensif, dan lain-lain.
Demikian halnya negara (khilafah), sebagai institusi yang memiliki kewajiban mengurus dan melindungi umatnya, dengan penuh tanggung jawab akan menjaga akidah umatnya sehingga mereka senantiasa hidup dalam ketaatan. Terhadap media serta media sosial, negara akan memfilter sehingga tersisa konten-konten positif dan bermuatan dakwah.
Dalam hal sistem sanksi, negara pun akan memastikan memberi hukuman yang menjerakan kepada pelaku kekerasan. Di samping itu, menerapkan sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam sehingga terlahir generasi yang berkepribadian Islam, yaitu generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami. Dengan keimanan yang selalu ditanamkan oleh para pendidik, akan terlahir generasi yang bertakwa, yaitu generasi yang senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sehingga tak ada celah lagi bagi para remaja untuk berbuat kemungkaran. Mereka akan menjadi duta Islam seperti Mush’ab bin Umair ra. yang Rasulullah saw. utus untuk berdakwah di Madinah, yang berkat kegigihan Mush’ab, tidak ada satu rumah pun di Madinah yang tidak membicarakan Islam.
Inilah sebaik-baik manusia sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam ayat, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?’” (QS Fussilat [41]: 33).