
Oleh: Neti Ernawati
(Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—Seorang ibu ditemukan tewas gantung diri, sedang dua anaknya yang berusia 9 tahun dan 11 bulan diduga diracun oleh si ibu di sebuah rumah kontrakan di Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/9). Sebelumnya, polisi juga menemukan sebuah surat wasiat yang ditinggalkan oleh korban, yang berisi penderitaan hidup dan kekesalan hatinya kepada suaminya (Antaranews com, 8/9/25).
Kasus filisida maternal juga terjadi pada Agustus lalu, di Pantai Sigandu, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Dua anak perempuan kakak beradik berusia 6 dan 3 tahun ditemukan tewas. Sementara sang ibu bersembunyi di dalam toilet portabel di sekitar lokasi kejadian. Menyoroti kasus-kasus ini, Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan bahwa kasus ini masuk dalam kategori filisida maternal atau tindakan ibu yang membunuh anaknya sendiri dengan sengaja.
Kasus-kasus seperti ini mulai tidak dapat dihitung dengan jari. Kekejamannya hampir sama dengan kasus ibu yang membuang bayi, atau ibu yang menjual anaknya dalam prostitusi. Padahal seharusnya ibu adalah sumber kasih sayang bagi anak. Segalak dan semarah apapun seorang ibu, anak tidak akan menjauhi ibunya. Karena anak tahu, tak ada yang dapat lebih menyayangi dirinya kecuali ibunya. Sebagaimana pepatah lama mengatakan, se galak-galaknya harimau tak akan memakan anaknya sendiri.
Namun hari ini, ibu sebagai orang yang paling besar kasih sayangnya pada anak, justru menjadi jagal bagi anaknya sendiri. Ibu yang dengan kepayahan menjaga anaknya sejak dalam kandungan, melahirkan hingga mengasuh anaknya, agar anaknya dapat hidup dan tumbuh. Tiba-tiba menjadi gelap mata lalu membunuh darah dagingnya sendiri dengan sengaja. Setan apa yang merasukinya dan beban apa yang membuat seorang ibu hilang akal?
Beban Hidup Menekan Kesehatan Mental
Maraknya kasus filisida maternal, tidak bisa dilihat hanya dari aspek individu ibu yang dianggap kehilangan naluri keibuannya. Ibu yang kasih sayangnya surut dan berubah menjadi kekejaman tanpa belas kasih. Tidak pula hanya persoalan keluarga, ekonomi atau dinamika sosial. Ada banyak faktor yang saling berkaitan dan bertumpuk tanpa ada penguraian hingga menjadi suatu problematika sistemis. Permasalahan ini ibarat air yang tidak sehat, yang menyebabkan ikan di dalamnya menjadi tidak sehat.
Begitu pula dengan sistem kehidupan saat ini. Sistem kehidupan dengan masalah pada segala aspek kehidupan yang semakin kompleks dan tak selesai-selesai. Sistem kapitalisme yang menyebabkan jurang kesenjangan sosial, kemiskinan, beratnya beban kehidupan. Yang kaya makin kaya karena menguasai aset-aset vital, sedang yang miskin makin miskin karena mau tak mau dipaksa menerima keadaan.
Negara tidak hadir untuk rakyatnya, dan justru semakin menambah penderitaan rakyat dengan pungutan pajak di segala sektor. Biaya pendidikan yang tinggi, dan biaya kesehatan yang tidak gratis. Kebutuhan sandang, pangan dan papan harus ditanggung secara mandiri oleh rakyat. Lapangan pekerjaan yang minim membuat rakyat kesusahan mencari nafkah.
Sistem kapitalisme ini tidak memberi ruang dan kesempatan bagi ibu miskin untuk membesarkan anaknya. Ibu dengan suami tanpa penghasilan tetap.atau ibu yang harus turut menjadi pencari nafkah bagi keluarganya. Belum lagi jika suami adalah individu yang bermasalah dengan hal-hal negatif seperti judi, minuman keras, pinjol, atau perselingkuhan. Ibu pun akan mengalami tekanan mental. Ibu yang kebingungan bisa hilang akal, hilang kontrol diri. Berputus asa dan mencari jalan singkat dalam menyelesaikan derita dengan mati.
Islam Menjamin Kebahagiaan Ibu dan Memuliakannya
Dalam Islam, ibu memiliki kedudukan yang mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah tentang siapa yang harus dihormati oleh seorang anak, maka Rasulullah menjawab dengan tiga kali menyebut ibu, baru kemudian menyebut ayah. Hal ini menunjukkan bahwasanya penghormatan pada ibu haruslah lebih besar dari sosok ayah.
Islam menjamin seorang wanita bahagia menjalankan fungsinya sebagai ibu. Islam tidak mewajibkan wanita mencari nafkah, dan justru menjamin nafkahnya melalui jalur suami dan walinya. Dalam hukum peribadatan pun, wanita mendapat keistimewaan berupa keringanan diperbolehkannya tidak berpuasa selama hamil dan menyusui sebagai perlindungan atas kesehatannya dan bayinya.
Penguasa dalam Islam wajib memastikan kebutuhan hidup pokok rakyatnya terpenuhi dengan layak. Memastikan laki-laki, ayah dan suami dapat bekerja mencari nafkah, melalui bantuan modal, bimbingan dan pembukaan lapangan pekerjaan. Negara juga memastikan pendidikan dan kesehatan yang murah bahkan gratis bagi rakyat. Sehingga beban kehidupan tidak mengganggu fokus ibu pada perannya.
Dengan penerapan Islam secara kaffah dalam segala lini kehidupan, akan muncul kehidupan masyarakat yang bertakwa. Masyarakat yang saling menjaga kewajiban serta hak saudara muslimnya. Masyarakat yang jauh dari akhlak dan perbuatan tercela, yang mampu mempengaruhi para ibu secara emosional. Dengan begitu, ibu akan mendapatkan kenyamanan yang paripurna dalam meniti karirnya sebagai ibu yang sempurna. Wallahualam.