
Oleh: Amalia Roza Brillianty, S.Psi.,M.Si.,Psi.
(Psikolog)
Linimasanews.id—Penetapan tema besar Hari Santri dilakukan setiap tahun oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Tema Hari Santri tahu. 2025 adalah “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” (kemenag.go.id, 23/09/2025).
Sambutan Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar saat acara pembukaan Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional semakin mempertegas tema tersebut dengan menyatakan bahwa kebangkitan kembali peradaban emas Islam harus dimulai dari lingkungan pesantren dan mengajak seluruh komponen pesantren di Indonesia untuk menjadikan MQK Internasional sebagai “anak tangga pertama” menuju kembali “The Golden Age of Islamic Civilization” yang artinya “Zaman Keemasan Peradaban Islam” (kemenag.go.id, 02/10/2025).
Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, telah lama menjadi benteng pertahanan aqidah dan syariah di tengah masyarakat. Salah satu kekuatan utama pesantren adalah kemampuannya menjaga kesinambungan warisan keilmuan Islam. Kitab-kitab turats (klasik) yang diajarkan di pesantren mencakup berbagai disiplin ilmu syariah seperti fiqih, ushul fiqih, tafsir, hadits, akidah, hingga tasawuf. Warisan ini bukan sekadar teks, melainkan basis ideologis yang menanamkan cara pandang Islam dalam kehidupan.
Pesantren berpotensi besar sebagai pelopor kebangkitan Islam, namun ada hambatan besar yang menghalanginya bahkan menghancurkan cita-cita tersebut. Bila kita cermati realitas saat ini muncul fenomena yang mengkhawatirkan yakni masuknya paham sekularisme dalam pesantren baik melalui kurikulum, orientasi pemikiran, maupun kebijakan kelembagaan. Sekularisme di dunia pesantren mendistorsi posisi strategis pesantren sebagai pusat pencetak ulama dan pemimpin peradaban Islam. Belum lagi sarana prasarana yang terbatas, kurikulum yang belum terintegrasi, dan orientasi pesantren yang beragam juga menjadi hambatan besar dalam rangka mewujudkan generasi emas yang akan mampu membangkitkan peradaban emas Islam (suaramubalighah.com, 23/08/2025).
Wajah Buruk Ide Sekularisme
Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan masyarakat. Dalam konteks Barat, sekularisme lahir sebagai respon terhadap dominasi gereja yang dianggap menghambat kemajuan ilmu dan kebebasan individu. Ketika sekularisme diimpor ke dunia Islam termasuk ke lembaga pendidikan seperti pesantren maka ia membawa misi besar untuk menyingkirkan Syariat Islam dari ranah politik, ekonomi, hukum, dan negara. Bahkan membelenggu Islam hanya dalam urusan ibadah dan personal. Berharap Kebangkitan Islam pada pesantren yang telah terkooptasi oleh sistem sekulerisme jelas tidak mungkin. Tantangan besar yang dihadapi pesantren hari ini dengan masuknya ide sekularisme, pluralisme agama, liberalisme, dan nasionalisme telah mengikis ruh perjuangan Islam ideologis yang menghantarkan pada terwujudnya peradaban emas Islam.
Mewujudkan kembali peradaban Islam adalah kewajiban setiap mukmin. Kebangkitan Islam tak hanya bisa muncul dari institusi pendidikan namun bisa dimulai dari lingkup kecil mulai dari masjid, halaqah, hingga pesantren. Islam membangun peradaban di atas landasan wahyu. Peradaban Islam adalah peradaban yang menjadikan akidah Islam sebagai asas (pondasi) dalam seluruh aspek kehidupan. Asas ideologi Islam menjadi dasar sistem politik, hukum, pendidikan, ekonomi, dan sosial.
Islam Menorehkan Peradaban Mulia
Dalam peradaban Islam, standar atau tolok ukur amal (miqyasul ‘amal) bukan manfaat, keuntungan, suara mayoritas, atau selera masyarakat, melainkan hukum syara’ (halal dan haram). Keterikatan terhadap syari’at akan menjaga umat dari kerusakan moral dan kerancuan nilai yang sering terjadi dalam peradaban sekuler. Islam tidak memaknai kebahagiaan sebagai kemewahan duniawi, hedonisme, atau prestasi material. Kebahagiaan hakiki (sa’adah) dalam Islam adalah ketika seseorang hidup sesuai tuntunan Allah dan berharap ridha-Nya, baik dalam kondisi lapang maupun sempit.
Sejarah Islam membuktikan bahwa puncak kejayaan peradaban Islam bukan hanya karena kekuatan ilmu, tapi juga karena adanya institusi Khilafah yang menerapkan syariah secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan: pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, peradilan, hingga hubungan luar negeri. Tanpa sistem yang menaungi, ajaran Islam akan kehilangan daya implementatifnya.
Di sinilah, pesantren harus menempatkan diri sebagai motor penggerak kebangkitan Islam sejati. Pesantren memiliki potensi besar sebagai pelopor kebangkitan Islam.
Namun, kebangkitan sejati bukan hanya soal kesalehan individu, tetapi transformasi sistemik menuju tegaknya peradaban Islam yang kaffah. Pesantren mencetak santri yang alim secara individual sekaligus kader-kader pejuang yang siap memperjuangkan tegaknya Khilafah sebagai institusi penerap syariah Islam secara kaffah. Maka, kebangkitan umat akan terwujud jika pesantren kembali kepada peran aslinya sebagai pusat perjuangan Islam ideologis, bukan hanya moral dan spiritual apalagi diarahkan oleh sistem sekulerisme.
Peradaban seperti ini hanya bisa dibangun dalam naungan sistem Khilafah, satu-satunya sistem yang mampu merealisasikan penerapan Islam secara total dalam kehidupan. Butuh perjuangan dakwah politik Islam yang dilakukan secara terarah dan fokus untuk menghadirkan peradaban emas Islam yang hakiki. Peradaban Islam yang dibangun dengan asas akidah Islam, diatur oleh hukum halal-haram, mengarah pada ridha Allah sebagai kebahagiaan sejati akan mampu menciptakan kehidupan yang adil, sejahtera, dan bermartabat. Inilah peradaban yang saat ini dirindukan oleh seluruh umat manusia di dunia.