
Oleh: Deny Rahma (Komunitas Setajam Pena)
Linimasanews.id—Mata dunia kini mulai terbuka lebar dan tertuju pada konflik yang ada di Palestina. Konflik berkepanjangan yang dirasakan umat Islam di sana membuat banyak manusia mencari tahu akar masalah yang terjadi saat ini antara Palestina dan Zionis Israel. Tak hanya itu, serangan bertubi-tubi dan genosida yang dilancarkan Zionis Israel membuat masyarakat dunia mulai sadar dan muak akan kesewenang-wenangan Israel. Pada akhirnya, mereka berpikir bahwa jika tidak bergerak melawan kesewenang-wenangan tersebut, maka bisa jadi nantinya anak cucu mereka yang akan menjadi korban selanjutnya.
Bentuk protes dunia terhadap kesewenang-wenangan Zionis Israel dan antek-anteknya memunculkan berbagai bentuk gerakan. Gerakan tersebut tidak hanya datang dari negeri-negeri Islam, tetapi juga dari berbagai negara di dunia lintas agama, ras, dan bangsa. Sebelumnya, gerakan boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi dengan Israel kian meluas, namun dirasa dampaknya kurang memberi efek pada Zionis tersebut. Namun, Zionis Israel tetap saja melancarkan serangannya ke warga Gaza, juga menahan bantuan makanan dan obat-obatan.
Aksi Solidaritas untuk Gaza
Gerakan unjuk rasa terus bergema di berbagai kota besar dunia, sementara media sosial menjadi wadah solidaritas global yang tak pernah sepi dari seruan kemanusiaan. Namun, derasnya dukungan dunia justru membuat Zionis Israel makin membabi buta dalam melancarkan serangan ke wilayah Gaza. Di tengah situasi yang kian mencekam itu, lahirlah agenda solidaritas Global Sumud Flotilla, sebuah misi kemanusiaan yang berlayar membawa bantuan dan harapan bagi rakyat Gaza yang terjebak di tengah blokade dan kekerasan tanpa henti.
Aksi solidaritas Global Sumud Flotilla dilatarbelakangi oleh semangat solidaritas global dan keinginan untuk melakukan aksi nyata melalui pengiriman bantuan kemanusiaan secara langsung menggunakan kapal. Gerakan ini diharapkan menjadi simbol kuat dalam menentang kesewenang-wenangan serta menarik perhatian masyarakat internasional terhadap penderitaan rakyat Gaza. Inspirasi gerakan ini berakar dari aksi-aksi sebelumnya, seperti Mavi Marmara dan Madleen, yang kemudian mendorong lahirnya inisiatif yang lebih besar dan terkoordinasi di bawah nama Global Sumud Flotilla.
Berlayarnya kapal-kapal kemanusiaan tersebut juga diwarnai dengan berbagai tantangan dan rintangan. Israel tidak tinggal diam; mereka mencegat dan menghadang kapal-kapal kemanusiaan tersebut. Bahkan, mereka juga menangkap para aktivis kemanusiaan. Beberapa aktivis dibawa ke penjara di Israel, seperti Penjara Ketziot di Negev (Middle East Monitor, 3/10/2025).
Pencegatan brutal terhadap rombongan Global Sumud Flotilla memicu gelombang kemarahan baru, terutama di kalangan generasi Z di berbagai belahan dunia. Salah satu reaksi terbesar terjadi di Maroko, di mana aksi demonstrasi besar-besaran dipimpin oleh kelompok Gen Z 212. Mereka menuntut agar pemerintahan yang berkuasa saat ini dibubarkan karena dianggap gagal memenuhi hak-hak sosial rakyat (Kompas.com, 3/10/2025).
Two-State Solution Bukan Solusi
Generasi muda yang peduli terhadap penderitaan umat Muslim di Palestina layak diapresiasi. Keberanian mereka dalam menyuarakan kebenaran dan bergerak membantu warga Gaza telah menggugah dunia untuk bersama-sama menentang tindakan sewenang-wenang. Tindakan Zionis Israel terhadap para relawan internasional di kapal-kapal kemanusiaan menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menindas rakyat Palestina, tetapi juga menentang nilai-nilai kemanusiaan universal.
Kekerasan yang mereka lakukan mencerminkan kesombongan kekuasaan yang telah kehilangan batas moral. Nafsu dan kebencian seolah telah menutup akal sehat, hingga setiap tindakan yang tidak manusiawi dianggap benar. Padahal, para aktivis yang datang ke Gaza adalah wujud nyata kepedulian dan hati nurani dunia yang menolak ketidakadilan serta penjajahan atas nama kemanusiaan.
Gerakan kemanusiaan ini seharusnya menjadi pengingat bagi para pemimpin dunia untuk mengambil langkah nyata membantu rakyat Palestina, bukan sekadar mengandalkan diplomasi yang tak kunjung membawa hasil. Apalagi, gagasan “Two-State Solution” yang sering dijadikan harapan justru berpotensi merugikan pihak Palestina. Karena semakin memperkuat cengkeraman Zionis dan Amerika atas tanah serta nasib rakyat Palestina.
Kekuatan militer yang dimiliki Zionis Israel tidak bisa dihadapi hanya dengan kata-kata. Mereka hanya memahami bahasa kekuatan. Karena itu, selama kekerasan terus menjadi alat mereka, perlawanan pun perlu dilakukan dengan cara yang sepadan agar penindasan dapat dihentikan. Di sinilah pentingnya mencari solusi hakiki yang mampu menuntaskan akar penjajahan, bukan sekadar menahannya sementara.
Jihad dan Khilafah Solusi Hakiki
Kebiadaban Zionis Israel yang terus melanggar gencatan senjata menunjukkan bahwa penjajahan tidak akan berakhir tanpa perubahan mendasar. Munculnya generasi muda yang berani melawan kezaliman menandakan kesadaran politik yang semakin tumbuh. Energi perjuangan ini perlu diarahkan dan dibimbing agar terorganisir dan berlandaskan sistem yang benar. Sehingga nantinya mereka mau disatukan dalam satu sistem kepemimpinan yaini sistem Islam (Khilafah). Dengan sistem yang berasal dari Allah Swt., maka penjajahan dan ketidakadilan dapat dihapuskan secara nyata.