
Oleh: Dian Mayasari, S.T. (Pendidik)
Linimasanews.id—Fenomena meningkatnya kekerasan di kalangan pelajar, mulai dari tawuran, perundungan, penyiksaan, hingga tindakan pembunuhan, menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan Indonesia. Kejadian-kejadian ini bukan sekadar perilaku menyimpang individu, tetapi mencerminkan adanya krisis moral dan lemahnya pembentukan karakter di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Selama ini, pendidikan di Indonesia cenderung menitikberatkan pada aspek kognitif dan prestasi akademik semata. Padahal, tanpa penguatan nilai moral, spiritual, dan kemanusiaan, kecerdasan intelektual tidak cukup untuk membentuk pribadi yang berempati dan berakhlak mulia. Sementara itu, media sosial dan konten digital yang bebas tanpa pengawasan telah menjadi ruang pembentukan karakter baru yang cenderung egois, permisif terhadap kekerasan, dan jauh dari nilai kemanusiaan.
Pelajar yang seharusnya tumbuh sebagai generasi penerus bangsa, justru mulai menunjukkan tanda-tanda hilangnya empati. Tidak sedikit yang merekam dan menyebarkan aksi kekerasan tanpa rasa bersalah, bahkan menjadikannya bahan hiburan. Fenomena ini menunjukkan bahwa kerusakan karakter bukan lagi berada di pinggiran, melainkan telah masuk ke jantung dunia pendidikan formal.
Keluarga sebagai Fondasi
Peran keluarga menjadi kunci utama dalam membentuk karakter anak. Lingkungan rumah harus menjadi tempat pertama bagi anak untuk belajar tentang keimanan, kasih sayang, dan tanggung jawab moral. Pendidikan iman tidak hanya berkaitan dengan ibadah, tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa setiap manusia adalah ciptaan Allah Swt. yang akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya.
Kasih sayang, perhatian, dan keteladanan dari orang tua merupakan benteng agar anak tidak mencari pelarian di luar rumah. Anak yang merasa dicintai dan dihargai akan lebih mudah diarahkan menuju perilaku positif, berakhlak baik, serta memiliki empati terhadap sesama.
Negara dan lembaga pendidikan pun perlu memastikan sistem pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada nilai akademik, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual untuk membentuk generasi yang berkepribadian kuat, beriman, dan berempati.
Islam Menjaga Kesucian Jiwa
Islam menempatkan kehidupan manusia pada posisi yang sangat mulia. Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 32, Allah Swt. berfirman, “Barang siapa membunuh satu jiwa, bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia.”
Ayat ini menjadi pengingat bahwa kehidupan manusia adalah amanah yang tidak boleh dirusak. Setiap tindakan kekerasan, sekecil apa pun, merupakan bentuk pelanggaran terhadap hukum Allah. Hilangnya empati dan rasa takut kepada Allah merupakan awal dari kerusakan moral di masyarakat.
Karena itu, sudah saatnya sistem pendidikan di Indonesia ditata ulang arah kebijakannya. Pendidikan tidak cukup hanya menghasilkan generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga harus membentuk manusia yang beriman, berakhlak, dan berjiwa sosial.
Sekolah perlu menjadi tempat lahirnya generasi yang cerdas dengan hati nurani, bukan sekadar generasi cerdas tanpa rasa. Jika pembinaan karakter tidak diperkuat sejak dini, bangsa ini berisiko kehilangan masa depan dan jati diri kemanusiaannya.