
Oleh: Annisa Al Maghfirah (Pegiat Opini)
Linimasanews.id—Di era digital, judi juga bisa dilakukan secara daring (online). Judi online (judol) ini akan membuat seseorang memasang taruhan menggunakan uang atau barang berharga untuk mencari peluang kemenangan. Padahal, mantan bandar judi yang telah hijrah, Koh Dennis Liem, pemenang judi didesain oleh bandar. Jika sekali menang atau kalah, maka penjudi otomatis akan penasaran untuk terus mencoba peruntungan yang semu.
Rakyat Mabuk Judol
Situs judol ternyata telah menyusup ke situs lembaga pendidikan. Sebesar 14.823 konten ditemukan di lembaga tersebut dan ada 17.001 temuan konten di lembaga pemerintahan. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyebut, sepanjang 17 Juli 2023 hingga 21 Mei 2024 telah memblokir 1.904.246 konten judi online. Selain itu, pemblokiran rekening dan e-wallet terafiliasi judi online sudah dilakukan sebanyak 5.364 untuk rekening dan 555 e-wallet diajukan ke Bank Indonesia (tirto.id, 22/05/2024).
Menurut data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang tahun 2022-2023 ada sebesar Rp517 triliun dari perputaran dana judi online di Nusantara. Ada 3,3 juta warga Indonesia bermain judol. Lebih dari 2 juta warga yang terjerat judol adalah masyarakat miskin, mulai kalangan pelajar, mahasiswa, buruh, petani, pedagang kecil hingga ibu rumah tangga. Untuk taruhan judol, banyak di antaranya tergiur pinjaman online (pinjol).
Akar Masalah
Penyebab banyak orang terjerat judi online adalah karena kerusakan cara berpikir. Kerap kali orang berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu kerja keras. Lemahnya iman membuatnya ingin kaya dengan jalur instan. Akhirnya, memilih judol yang makin memudahkan melirik pinjol.
Ditambah lagi, sistem kapitalisme membuat harga kebutuhan hidup masyarakat mahal, pendidikan mahal, lapangan pekerjaan kurang. Dampaknya, masyarakat mengambil jalan haram dengan berjudi untuk memenuhi kebutuhan, ditambah keinginan hidup yang hedonis.
Sampai hari ini, walau pemerintah sudah berupaya memberantas, masyarakat masih bisa dengan mudah mengakses berbagai situs judi. Mulai dari platform media sosial hingga yang berkedok permainan. Karenanya, keseriusan pemerintah memberantas judi online hingga ke akarnya masih diragukan. Apalagi, Menkominfo pernah mewacanakan untuk memungut pajak dari permainan judi online, berdalih agar uang dari Indonesia tak lari ke negara lain.
Beginilah tabiat pemerintahan kapitalisme. Materi atau keuntungan menjadi hal yang diutamakan. Padahal, negara seharusnya memperkuat komitmen, strategi, dan langkah untuk memerangi judol hingga tuntas. Begitupula dengan pinjol.
Dalam Islam, judol dan pinjol haram hukumnya. Karena itu, tidak boleh dilakukan. Masyarakat patut diawasi serta dicegah agar tidak mudah mengakses atau menemukan tempat perjudian, baik secara online maupun offline.
Basmi Judol dengan Sistem Islam
Judi harus diberantas karena berbahaya. Bahaya judi ini sebanding dengan minuman keras, yakni menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara para penjudi, menghalangi orang dari mengingat Allah, merusak masyarakat, membiasakan manusia di jalan kebatilan dan kemalasan, ingin kaya tanpa kerja keras dan usaha, menghancurkan keluarga dan rumah tangga.
Betapa banyak kasus pembunuhan hingga perceraian yang diakibatkan dari berjudi. Pelakunya gelap mata, apalagi tidak mampu untuk membayar pinjaman online untuk memuaskan hasrat berjudinya. Inginkan untung malah buntung.
Dalam Islam, ada sanksi yang tegas untuk orang-orang yang berada dalam lingkaran setan ini. Mulai dari bandarnya, pemain, pembuat programnya, penyedia servernya, yang mempromosikannya dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Sanksinya berupa ta’zîr, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada khalifah atau kepada qâdhi (hakim).
Negara Islam juga akan hadir menjamin kehidupan rakyat, seperti pendidikan yang layak hingga tingkat pendidikan tinggi, lapangan kerja yang luas, serta jaminan kesehatan yang memadai secara gratis. Dengan begitu, rakyat bisa sejahtera sehingga kecil kemungkinan terjerumus ke dalam perjudian. Semua ini hanya bisa terwujud dalam sistem pemerintahan Islam.