
Oleh: Raihana Hazimah
Linimasanews.id—Tak habis pikir, seorang sosiolog menanggapi tewasnya 2 PSK online di Denpasar, Bali oleh pria hidung belang, Jumat (3/5/2024) dengan menyebutkan bahwa tidak adanya perlindungan bagi PSK yang menjajakan layanan daring menjadi kesempatan bagi kejahatan (detik.com, 06/05/2024). Apakah pernyataan ini bermaksud bahwa aktivitas pelacuran harus mendapat perlindungan? Bukankah ini sama artinya dengan melegalkan perzinaan, kemudian diberikan perlindungan?
Miris, pemikiran sekuler sudah akut menjangkiti masyarakat. Aktivitas yang diharamkan dalam Islam dan termasuk dosa besar, justru seperti disarankan untuk dilindungi, sekaligus tercium aroma pelegalan aktivitas haram.
Padahal, para ahli kesehatan sudah berkali-kali memberikan edukasi tentang efek seks bebas. Dokter Boyke Dian Nugraha bahkan mengatakan Indonesia saat ini darurat seks bebas. Aktivitas ini memiliki risiko tersendiri untuk kehidupan, di antaranya terkena penyakit terkait HPV, seperti kanker serviks, HIV, dan penyakit menular seksual lainnya (rri.co.id, 14/03/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terdapat 16.410 kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) baru di Indonesia sepanjang 2023 (databoks.katadata.co.id, 01/03/2024).
Seharusnya, yang penting dilakukan adalah menggali akar masalah dari maraknya aktivitas pelacuran (prostitusi). Apa yang melatarbelakangi kaum perempuan, yang bahkan tak sedikit dari mereka adalah seorang muslim, bisa sampai memilih jalan haram tersebut?
Menurut Pengamat Sosial Ekonomi Yogyakarta, Arya Ariyanto, S.E., M.M.Par, faktor-faktor yang menyebabkan maraknya prostitusi dapat bervariasi, termasuk ketidaksetaraan ekonomi, ketidakstabilan sosial, dan kurangnya akses terhadap pendidikan. Selain itu menurutnya, keberadaan jaringan kriminal, kemiskinan, dan pelecehan seksual juga dapat menjadi penyebab. Upaya untuk mengatasi prostitusi harus mencakup pemecahan masalah mendasar, seperti ketidaksetaraan dan kemiskinan, selain juga penegakan hukum yang ketat (beritamerdekaonline.com, 26/11/2023).
Maka bisa dinilai, maraknya aktivitas prostitusi adalah akibat dari problem sistemis yang melingkupi masyarakat. Rusaknya sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem sosial, keamanan, perlindungan hingga penegakan hukum berbasis ideologi sekuler-kapitalis yang berlaku di tengah masyarakat saat inilah yang menjadi akar penyebabnya.
Oleh karena itu, problem sistemis haruslah diselesaikan secara sistemis pula. Artinya, perlu ada perubahan pada sistem yang berlaku. Karena, sistem berbasis ideologi sekuler-kapitalis memang nyata telah rusak dari landasannya. Ia tak mengizinkan nilai-nilai agama mengatur urusan publik dan mengusung asas kebebasan dalam berpikir dan berbuat, selama bisa memberikan kebahagiaan dan keuntungan bagi setiap individu. Prinsip ini menjadi induk dalam penerapannya di setiap aspek kehidupan, yang niscaya melahirkan kemaksiatan, seperti pelacuran (prostitusi).
Satu-satunya sistem tandingan yang selayaknya sangat bisa dikaji dan didalami dari konsep serta sejarah penerapannya adalah Islam. Islam lahir dari wahyu Sang Pencipta manusia itu sendiri. Islam memberikan tuntunan yang sempurna dan lengkap untuk menjaga, mulai dari konsep ketuhanan dan keimanan.
Menurut konsep Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang telah diberikan potensi kehidupan berupa kebutuhan jasmani, naluri, dan kemampuan berpikir. Semua itu telah Allah dampingi dengan aturan terbaik yang tak bisa dipisahkan dari manusia. Sebaik-baik aturan tersebut tentulah dari penciptanya, yang paling memahami karakter makhluk ciptaannya.
Dalam aturan Allah, manusia diberikan tuntunan tentang standar halal-haram, baik-buruk, terpuji/tercela, yang tak lain untuk menyelamatkan manusia itu sendiri dari perbuatan yang melampaui batas yang bisa berakibat pada kerusakan. Ada aturan yang berfungsi sebagai pencegahan, ada yang berfungsi sebagai sanksi (punishment).
Dari potensi hidup dan aturan terbaik tersebut, Allah Maha Memperhatikan makhluknya, mana yang memilih taat dan berpegang teguh pada aturan-Nya dan mana yang sombong, tidak mau taat. Untuk keduanya, Allah juga telah siapkan balasan (reward) berupa ridho-Nya dan 2 tempat kekal di akhirat. Satu sisi kenikmatan abadi (surga) dan satunya lagi siksaan abadi (neraka).
Sistem Islam
Allah telah memberikan aturan tentang kepemimpinan di antara manusia. Seorang pemimpin harus bertanggung jawab dan mengurus seluruh urusan yang dipimpinnya, kemudian kelak akan dimintai pertanggungjawaban kepemimpinannya.
Dalam hal pemimpin negara, Islam mewajibkan penjaminan pemenuhan seluruh kebutuhan dasar/pokok rakyatnya, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Nabi Muhammad saw bersabda, “Imam adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Rasulullah saw. juga menyatakan, “Tidaklah seorang hamba diserahi oleh Allah urusan rakyat, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR Muslim).
Allah juga telah mewahyukan bahwa seluruh manusia termasuk para pemimpin, harus menjadikan aturan Allah sebagai pedoman. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).” (QS. Annisa: 59).
Oleh karena itu, pemimpin negara haruslah menerapkan sistem pendidikan, ekonomi, pergaulan, hukum, dan keamanan berlandaskan pada aturan/syariat Islam. Dengan sistem pendidikan Islam, anak didik akan ditanamkan pemahaman tentang hakikat dirinya sebagai makhluk Allah yang kelak akan kembali pada Allah. Dengan begitu, dalam menjalani kehidupannya harus taat kepada Allah. Aturan Allah sebagai penjaga diri dari kerusakan dan jalan keselamatan dunia-akhirat.
Anak didik juga akan ditanamkan pemahaman agar ia memiliki karakter Islam, yang melandaskan pemikiran dan perbuatannya sesuai standar Islam, yaitu halal-haram berdasarkan tuntunan Allah.
Dalam sistem ekonomi, negara harus menerapkan sistem ekonomi Islam. Negara harus mengontrol dan mengelola sumber daya alam demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Islam tidak mengizinkan negara menyerahkan kepengurusan SDA itu kepada individu atau kelompok tertentu hingga mengakibatkan kesenjangan sosial sebagaimana di sistem kapitalis saat ini.
Negara juga bertanggung jawab mengontrol produksi dan distribusi barang/jasa agar merata atas seluruh rakyat, sehingga tidak ada satu pun rakyat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya.
Dalam sistem pergaulan, Islam mewajibkan negara menerapkan aturan dalam interaksi pria dan wanita, antara yang mahrom dan bukan mahrom. Ada aturan tentang anjuran cara berpakaian, penjagaan aurat laki-laki maupun perempuan, larangan berikhtilat (campur baur) dan khalwat (berdua-duaan). Islam juga melarang mengonsumsi khamr zat yang mengakibatkan hilangnya akal dan dapat menggiring pada kemaksiatan, seperti khamr. Ada larangan mendekati zina. Semuanya diterapkan, baik dalam lingkup pribadi maupun publik.
Dalam sistem hukum Islam, negara harus menciptakan situasi dan kondisi yang aman dari kejahatan maupun kemaksiatan, serta menegakkan sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan dan kemaksiatan. Misalnya, sanksi yang tegas kepada pelaku jual beli manusia untuk prostitusi. Ada sanksi hukum dera/cambuk (bagi yang belum menikah/ghoiru mukhson) dan rajam (bagi yang sudah menikah/mukhson) untuk para pelaku zina. Sanksi hukum tersebut berfungsi sebagai zawajir (pemberi efek jera bagi pelaku dan yang lainnya) dan jawabir (penebus dosa).
Ketika aturan Islam ini diterapkan dalam kehidupan, insyaa Allah akan mampu mencegah manusia dari berbuat kemaksiatan, termasuk pelacuran/prostitusi. Sebab, manusia sudah memahami hakikat dirinya, di samping kesejahteraan hidupnya terjamin.
Sistem Islam ini bukan hanya sebuah konsep. Sebab, dalam sejarahnya, sejak Rasulullah Muhammad saw., sejak Beliau diberikan mandat kekuasaan oleh penduduk Madinah sebagai seorang kepala negara (Daulah Islam), sejak itulah Islam menjadi sistem kehidupan. Penerapannya diwariskan hingga 13 abad.