
Oleh: Hamsia (Pegiat Opini)
Linimasanews.id—Jelang Ramadan, angka pinjol melonjak tajam. Kenaikan angka tersebut juga diikuti dengan meningkatnya jumlah kasus gagal bayar (Katadata.co.id, 2/4/2024). Banyak teknologi finansial pembiayaan pun akhirnya merugi. Pun kerugiannya mencapai angka Rp 1,8 triliun. Banyak platform investasi yang juga “keok” seperti Modal Rakyat, iGrow, InvestTree dan Tanifund. (CNBC Indonesia.com, 4/4/2024).
Pada bulan Februari lalu atau menjelang Ramadan pinjol mengalami gagal bayar tepat waktu utang pinjol mengalami kenaikan. Pun industri teknologi finansial pembiayaan atau fintech lending pun mengalami kerugian yang besar. Kredit macet atau tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari yang biasa disebut TWP 90 pinjol naik dari Rp1,78 triliun pada Januari menjadi Rp1,8 triliun pada Februari. Persentasenya 2,95% dari total pinjaman.
Pinjaman yang masih berjalan di platform pinjol naik 21,98% secara tahunan alias year oj year (YoY) menjadi Rp61,1 triliun pada Februari (Katadata.com, 2/4/2024). Pinjol sudah menjadi solusi alternatif untuk masalah masyarakat ini. Sekalipun telah banyak korban pinjol namun himpitan ekonomi membuat masyarakat tidak jera dengan sistem pinjol.
Kebutuhan masyarakat yang makin terimpit harga segala sesuatu mahal, menjadikan masyarakat harus mampu memenuhi segalanya termasuk dengan mengambil pinjol. Pinjol pun dijadikan sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah keuangan dalam keluarga.
Sejatinya, kondisi ini menunjukkan bahwa tidak adanya jaminan kebutuhan masyarakat yang dilakukan oleh negara. Negara seharusnya mampu memberikan kemudahan akses kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka atau memenuhi kebutuhan publik mereka. Namun, yang terjadi justru negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya.
Negara pun justru memberikan ruang bagi perusahaan (pemilik modal) mendirikan perusahaan fintech dengan produk pinjol (pinjaman online). Negara juga membiarkan mereka berdiri dan menjerat masyarakat dengan berbagai slogan-slogan yakni “pinjaman mudah langsung cair ” Alhasil, masyarakat pun tergiur.
Padahal di balik kemudahan pinjaman jelas akan ada potensi gagal bayar yang akan menambah masalah bagi nasabah. Bahkan nasabah yang tak mampu membayar pinjaman pinjol pun akan mengalami kerugian baik secara finansial maupun secara psikologis. Mereka akan terlilit utang dan mengalami tekanan mental akibatnya terjadi kredit macet yang berimbas pada kasus gagal bayar perusahaan fintech kepada para peminjam dana.
Inilah skema keuangan sistem kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan yang segala sesuatunya hanya berdasarkan materi dan meraih keuntungan sebesar-besarnya walaupun masyarakat yang menjadi korban.
Pinjol bukanlah solusi. Pinjol adalah bentuk kelalaian negara kapitalisme dalam mengurus kebutuhan rakyatnya. Selain itu ada bahaya yang luar biasa yakni riba. Bahaya ini tidak hanya berefek pada kehidupan di dunia, namun juga ke akhirat. Dosa riba begitu besar, sehingga seruan menjauhi tujuh dosa besar yang membinasakan.
Dalam sebuah riwayat, para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa saja itu? Beliau bersabda berbuat syirik kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan, kecuali dengan alasan yang benar, makan harta riba, dan makan harta anak yatim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sangat berbeda dengan kondisi masyarakat jika berada di bawah sistem Islam. Sebagai Ideologi yang diturunkan oleh Allah Swt. Islam telah memberikan solusi untuk semua masalah manusia baik dari level individu, masyarakat, maupun negara. Sebagaimana kasus pinjol yang marak terjadi bulan Ramadan namun serat dalam pembayarannya.
Islam akan menyelesaikan masalah ini mulai dari level negara terlebih dahulu. Islam menetapkan negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Negara Islam menjadikan khalifah atau kepala negara memiliki tugas ri’ayah (pengurus). Rasulullah saw. bersabda, “Imam atau khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Negara akan menerapkan sistem edukasi berdasarkan akidah Islam agar tidak terjerumus dalam pola kehidupan konsumtif dan sikap hedonis yang merusak sendi keimanan dan kehidupan bermasyarakat. Sehingga, masyarakat mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Maka dari sini, terbentuklah konsep keimanan dan ketakwaan yang sempurna dalam setiap individu masyarakat.
Selain itu, kesejahteraan dalam Islam dilihat dari terpenuhinya kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar publik masing-masing individu, bukan komunal. Kebutuhan pokok yang meliputi sandang, pangan, papan, semua ini dijamin oleh Khilafah secara tidak langsung yaitu dengan menjamin lapangan pekerjaan terbuka luas dan cukup untuk semua laki-laki pencari nafkah. Lapangan pekerjaan bisa dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, bisnis barang dan jasa, industri dsb. Ketika lapangan pekerjaan luas dengan gaji yang layak maka seorang laki-laki bisa mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya.
Selain itu, Khilafah akan menyediakan pinjaman halal negara kepada masyarakatnya. Bagi mereka yang memiliki skill namun tidak memiliki modal untuk berusaha mereka bisa mengajukan pinjaman halal kepada Khilafah dan dana pinjaman pun berasal dari baitul maal.
Khilafah pun akan melakukan pelatihan, training, secara gratis untuk meningkatkan kapasitas kemampuan masyarakatnya dalam bermuamalah. Semua ini hanya bisa terwujud dalam sistem Islam. Sebab hanya sistem Islam satu-satunya sistem yang mampu menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dan sempurna dalam satu wadah yang khas yakni Khilafah. Wallahu a’lam bis shawwab.