
Oleh: Eva Novita
Linimasanews.id—Tawuran masa kini dilakukan dengan cara kekinian. Bahkan, digelar untuk mendapatkan cuan. Hal ini menunjukkan rusaknya generasi dan jelas menunjukkan betapa kebahagian berdasarkan materi telah menghujam kuat dalam diri umat. Mereka rela menghalalkan segala cara. Di sisi lain, menggambarkan gagalnya sistem pendidikan dalam mencetak generasi berkualitas.
Di antara faktanya, dilansir dari jatim.idntimes.com, enam orang remaja anggota gangster yang menamai diri “Pasukan Angin Malam” diringkus polisi, Kamis (27/6/20324) saat hendak tawuran di sekitar kawasan Sidotopo Dipo, Surabaya.
Berita tersebut mengabarkan, pelaku adalah gangster yang merupakan kumpulan pemuda yang belum menemukan jati diri. Mereka cenderung menganggap bahwa hidup di dunia untuk bersenang-senang sepuasnya.
Hal ini akibat kuatnya pengaruh sistem kapitalisme hari ini, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Cara pandang ini membuat mereka hilang rasa empati dan tidak merasa berdosa saat mengganggu, bahkan mengancam nyawa orang lain. Selama sesuatu membuat mereka puas, pasti dilakukan. Mereka tidak terbiasa berpikir terlebih dahulu tentang baik atau buruk, sesuai atau tidak dengan hukum syarak atau norma-norma yang berlaku, sebelum melakukan sesuatu.
Memang, masyarakat kapitalis pasti akan menghasilkan generasi yang kapitalis pula. Hal ini wajar karena sistem kapitalisme tidak memberi suasana yang kondusif untuk membentuk ketakwaan individu. Masyarakat kapitalis terbiasa hidup sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Akibatnya, generasi terbentuk menjadi individu-individu yang susah memahami dan menemukan jati diri, bahkan sulit untuk mengenal Sang Pencipta. Mereka hanya tahu hidup sekadar hidup, tidak harus terikat dengan aturan Pencipta.
Semua ini sebagaimana yang mereka pelajari dari kehidupan masyarakat kapitalis. Kemaksiatan dianggap hal biasa, tidak ada semangat berlomba-lomba dalam kebaikan. Selain itu, rendah budaya amar makruf nahi mungkar karena orang-orang sibuk dengan urusan masing-masing. Selama yang rusak bukan keluarganya, maka mereka akan mendiamkannya. Bahkan, ada keluarga yang kurang perhatian kepada anaknya, sehingga anaknya mencari perhatian dari luar. Parahnya, perhatian itu mereka cari dengan cara melakukan penyimpangan-penyimpangan.
Berbicara tentang kerusakan masyarakat, pasti ada hubungannya dengan aturan yang berlaku. Aturan kenegaraan yang ditetapkan saat ini ala kapitalisme, sistem pendidikannya pun berbasis sekularisme. Peserta didik diajarkan Islam sebatas teori, tidak sampai membentuk pemahaman. Dalam Pelajaran Agama, mereka memang diajarkan bahwa Allah-lah Sang Pencipta, tapi mereka tidak dipahamkan bahwa Allah juga Sang Pengatur. Allah menurunkan aturan untuk mengatur seluruh perbuatan manusia dan manusia harus tunduk kepada aturan-Nya.
Dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, ajaran Islam yang diajarkan sebatas ibadah ritual. Sedangkan, Islam sebagai peraturan dalam hidup, dihilangkan, diganti dengan kapitalisme. Generasi diracuni dengan slogan ‘hidup harus senang’ dan ‘waktu adalah uang’. Itulah penyebab generasi saat ini gagal menjadi individu-individu yang bertakwa.
Kita butuh diatur dengan aturan Islam secara kafah agar tidak ada lagi generasi yang krisis jati diri lalu menjadi gangster dan melakukan tawuran. Islam mempunyai cara agar generasi tidak mengalami krisis jati diri.
Di dalam Islam, tujuan umum pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam dan mencetak ulama yang ahli dalam setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu terapan. Kalau generasi mendapatkan pendidikan ini maka akan memiliki pola pikir dan pola sikap islami. Dengan begitu, tidak mencari eksistensi dengan cara menjadi gangster. Sebab, mereka paham misi hidup di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah, sehingga akan bersungguh-sungguh menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Jika seluruh aturan Islam diterapkan maka secara otomatis masyarakatnya menjadi masyarakat yang islami. Mereka diikat oleh pemikiran dan perasaan yang sama, yaitu Islam. Hal ini akan membuat masyarakat menyediakan lingkungan yang kondusif untuk ketakwaan generasi.
Mereka juga akan menjalankan fungsinya untuk beramar makruf nahi mungka. Jika ada yang menyimpang maka akan dinasehati, meskipun bukan keluarganya sendiri. Sebab, mereka paham bahwa masyarakat ibarat kapal, jika satu orang melubangi kapal maka semua akan tenggelam. Kalau sudah seperti itu, tidak ada yang menganggap bahwa jadi gangster itu jagoan. Masyarakat pun akan menjadi aman jika diterapkan sistem Islam secara kafah.