
Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd. (Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi)
Linimasanews.id—Sebanyak 249 tenaga kesehatan (nakes) di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur (NTT) dipecat oleh Bupati setempat, Heribertus Nabit, Sabtu April 2024. Mereka adalah para nakes berstatus non-ASN. Kebijakan ini pun menjadi sorotan publik, tak terkecuali DPRD Kabupaten Manggarai.
Sebelum keputusan ini, beberapa perwakilan nakes menemui DPRD Manggarai dan menyampaikan aspirasinya dalam bentuk aksi (12/2/2024). Mereka meminta bantuan DPRD agar haknya bisa diperjuangkan soal kenaikan gaji lantaran meski menghidupi keluarganya.
Ketua DPRD Kabupaten Manggarai Matias Masir mengaku prihatin saat dengar curhatan nakes yang panik karena penghasilan untuk keluarga jadi tak ada. Sebab, ada nakes perempuan dengan kondisi suami tak bekerja, serta anaknya masih kecil. Ekonomi keluarga hanya ditopang gaji sang istri sebagai nakes sebesar Rp600 ribu per bulan.
Tak hanya itu, menurut Matias, ada juga aspirasi nakes yang meminta untuk bisa diangkat jadi ASN atau setidaknya pengangkatan melalui mekanisme Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tanpa tes (viva.co.id, 14/4/2024).
Ada sekitar 300 nakes terlibat dalam aksi tersebut. Karena belum mendapatkan respons, aksi serupa kembali berulang di DPRD Manggarai pada 6 Maret 2024. Namun, selang beberapa waktu setelah upaya penyampaian aspirasi, bukannya mendapat respons dengan kenaikan gaji dan penambahan kuota seleksi PPPK 2024, para nakes justru dibalas dengan pemecatan. Alhasil, 249 tidak mendapatkan perpanjangan kontrak kerja.
Padahal, menurut Matias Masir, kedatangan ratusan nakes ke DPRD Manggarai pada 12 Februari 2024 lalu itu bukan berdemonstrasi. Melainkan, kedatangan para nakes tersebut hanya ingin berdialog dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi A DPRD Manggarai. Dalam RDP itu dibahas berbagai hal, antara lain tentang gaji kecil dan nasib nakes yang sudah belasan tahun mengabdi tetapi belum diangkat jadi Aparatus Sipil Negara (ASN) (viva.co.id, 14/4/2024).
Fakta rendahnya gajinya nakes non-ASN yang berujung pada pemecatan menunjukkan bahwa kesejahteraan nakes tidak terjamin dalam sistem hari ini. Selain itu, kasus ini juga menunjukkan pemimpin yang tidak peduli dengan kehidupan sulit warganya. Ini adalah cerminan sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini telah membuat negara tidak memiliki skema keuangan yang kokoh untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
Dalam sistem ini, kapitalisasi sumber daya alam yang berpotensi menyumbang pemasukan besar bagi negara, malah legal diprivatisasi oleh pihak swasta. Alhasil, sebagian besar kekayaan alam negeri ini, seperti migas, batu bara, hutan, laut, tambang telah dikuasai oleh korporasi swasta. Negara hanya mendapatkan pajak yang jumlahnya sangat kecil dibandingkan keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Sungguh, kapitalisme telah memiskinkan negara, sehingga tidak ada cukup dana untuk menggaji pegawai negara dan dibuatlah istilah ASN dan non-ASN untuk membedakan pemberian gaji. Padahal, semuanya berkontribusi dalam menjalankan sistem kesehatan di negeri ini. Kondisi ini diperparah dengan peran negara dalam sistem kapitalisme demokrasi yang hanya bertindak sebagai regulator. Peran ini menjauhkan tanggung jawab negara dari mengurusi umat termasuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Hal ini tampak dari subsidi kesehatan yang jumlahnya makin kecil dengan dalih efektivitas anggaran.
Sungguh, kesejahteraan tenaga kesehatan akan terjamin dalam sistem yang dikendalikan penuh oleh negara, disertai kebijakan yang berorientasi pada kemaslahatan umat. Sistem yang dimaksud adalah sistem Islam yang berasaskan akidah Islam. Sistem Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan asasiyah masyarakat yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara secara penuh.
Sebagaimana yang telah ditegaskan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)
Hadis tersebut menegaskan bahwa kepala negara (khalifah) harus memastikan akses layanan kesehatan terbaik dan seluruh rakyatnya, tanpa membedakan apakah ia miskin atau kaya, laki-laki atau perempuan, muslim atau non-muslim. Pelayanan kesehatan ini akan disediakan negara dengan gratis atau tanpa pungutan sepeser pun. Negara wajib menyediakan sarana prasarana kesehatan yang memadai bagi rakyatnya, termasuk menyediakan tenaga kesehatan dalam jumlah yang banyak dan berkualitas. Semua ini ditunjukkan untuk mewujudkan sistem kesehatan yang kokoh sebagai tanggung jawab negara.
Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan kesehatan kepada pihak swasta yang hanya berorientasi untung. Meski demikian, negara tidak melarang pihak swasta mendirikan rumah sakit atas izin dan syarat yang diberlakukan negara. Perwujudan kesehatan terbaik sangat erat kaitannya dengan penjagaan jiwa yang diwajibkan dalam Islam.
Negara adalah perisai umat yang bertanggung jawab untuk melindungi warga negaranya dari berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, negara akan sangat memuliakan para tenaga kesehatan yang terlibat dalam tugas negara ini. Negara wajib menjamin kesehatan para nakes dengan menggunakan dana dari Baitul Maal Khilafah. Sistem keuangan negara Khilafah yang kokoh akan memampukan negara menggaji para nakes dengan gaji yang layak.
Sebuah model pembiayaan kesehatan dalam Khilafah anti defisit, tanpa membebani publik, rumah sakit dan insan kesehatan. Model pembiayaan ini bersifat mutlak, sumber-sumber pemasukan dan pintu pengeluaran sepenuhnya berlandaskan ketentuan syariah. Negara memastikan tidak ada penundaan dalam mengkaji ataupun memberikan insentif jika ada pada para nakes.
Bukan hanya saat bekerja, saat menempuh pendidikan saja para nakes sudah begitu dimuliakan. Pasalnya, sistem pendidikan yang dikendalikan penuh oleh negara dalam Islam akan menghasilkan tenaga medis yang berlimpah dan berkualitas. Pendidikan akan diakses secara gratis karena dijamin negara. Semua ini hanya akan terwujud dalam negara Khilafah yang menjadikan syariat Islam sebagai aturan berbangsa dan bernegara.