
Oleh : Satya Widarma, S.H., M.Hum
Sungguh, Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dengan membawa kebenaran untuk manusia; barangsiapa mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa sesat maka sesungguhnya kesesatan itu untuk dirinya sendiri, dan engkau bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. (VIDE : Al-Qur’an surat ke 39, ayat 41)
Islam menggambarkan model manusia secara komprehensif yang mencakup aspek spiritual, psikologis, emosional, dan sosial. Dari ajaran intinya, kita adalah makhluk spiritual yang perlu merawat dan menjaga koneksi dengan Sang Pencipta, Allah (SWT). Melalui koneksi kita dengan Allah (SWT), kita mengalami kedamaian dan kebahagiaan batin, elemen yang telah menjadi tujuan manusia sejak awal keberadaannya. Pikiran, perasaan, kehendak, dan perilaku kita harus fokus mendapatkan ridha Allah (SWT). Kunci kesehatan mental dan kesejahteraan dari perspektif Islam adalah tunduk kepada Allah Yang Maha Tinggi, Maha Kuasa, dan perintah-Nya, serta kemudian membersihkan jiwa.
Makalah ini menjelaskan secara rinci perspektif Islam tentang humaniora pada aspek psikologi, kesehatan mental, dan kesejahteraan yang kelak disadari bahwa gangguan terhadapnya merupakan salah satu dari diantara bentuk kemerosotan umat akibat penjajahan dari aspek pemikiran. Sementara filsuf, ilmuwan, dan peneliti sepanjang masa telah berusaha memahami sifat sejati manusia, kita menemukan bahwa penjelasan humaniora yang paling akurat, rinci, dan komprehensif terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis (koleksi pernyataan Nabi dan tindakan Nabi Muhammad). Sang Pencipta mengenal kita lebih baik daripada kita mengenal diri sendiri, dan pengetahuan-Nya meliputi banyak hal yang tak akan pernah kita kuasai. Pengungkapan sifat manusia harus dibangun atas apa yang telah Allah lakukan kepada kita melalui Nabi Muhammad (saw).
Penelitian psikolog sekuler berusaha menghindari fondasi agama, namun sebenarnya justru membenarkan ajaran Islam. Oleh karena itu, tujuan lain dari makalah ini adalah untuk memaparkan sebagian bukti ilmiah kontemporer. Islam tidak memerlukan verifikasi dari sains, karena Al-Qur’an mukjizat dan kebenaran itu sendiri. Namun, pada zaman sekarang, ketika sains diberi prioritas atas wahyu, malah menganggap penemuannya merupakan hal yang sangat penting diatas ilmu Allah. Padahal, apa yang telah mereka habiskan seumur hidup untuk mendapatkan validasi atau untuk ‘membuktikan’ suatu kebenaran itu telah diungkapkan lebih dari 1400 tahun yang lalu dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan pernyataan mendalam Nabi Muhammad (SAW). Ini bukan untuk mengabaikan perkembangan dan kemajuan sains, tetapi untuk menempatkannya dalam perspektif yang tepat.
Pada hakikatnya, tidak ada buku yang bersifat manual self-help di dunia yang dapat menyamai keabadian, transformasi, dan daya tarik ajaran Islam. Cukup membaca kisah Para Sahabat Nabi, tabiin, tabbiiyat dan generasi cemerlang selanjutnya, untuk menyadari berbagai kemungkinan yang luar biasa. Islam mengubah masyarakat Arab dari yang dikuasai penindasan, dusta, keinginan yang berlebihan, dan sombong menjadi masyarakat yang adil, jujur, saling mengasihi, mendukung, dan rendah hati (setidaknya dalam masa generasi terbaik yang tersentuh dengan Islam secara kaffah). Tidak ada sistem lain di dunia, dalam sejarah manusia, yang mampu mencapai prestasi seperti itu.
Meskipun makalah ini tidak bermaksud memberikan liputan humaniora secara komprehensif, makalah ini mencakup beberapa topik-topik utama disiplin ilmu psikologi dan hukum. Dalam buku teks psikologi dasar yang tersedia di konteks Barat, ditemukan definisi umum tentang psikologi yang mirip dengan ini:
Studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental
Perilaku dianggap sebagai apa pun yang dilakukan oleh individu atau tindakan yang dapat diamati oleh orang lain. Proses mental adalah komponen internal, subjektif, dan tak terlihat, seperti pikiran, keyakinan, perasaan, sensasi, persepsi, dst., yang dapat diduga dari perilaku.
Secara permukaan, ini tampak seperti usaha yang berharga dan profesi yang bermanfaat bagi masyarakat; namun, setelah diperiksa lebih dekat, terutama dari perspektif Islam, beberapa kelemahan muncul. Salah satu kelemahan utama psikologi kontemporer adalah keingkarannya terhadap bagian terpenting dari manusia, yaitu jiwa. Meskipun ada beberapa prestasi, fokus terbatas psikologi pada aspek biologis, perilaku, dan sosial kehidupan belum mampu menghasilkan teori-teori komprehensif dan lengkap tentang sifat manusia atau metode yang efektif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan individu.
Menarik untuk dicatat bahwa asal-usul kata ‘psikologi’ merujuk pada studi tentang jiwa atau roh. Sebelum pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama, topik tentang jiwa memiliki peran penting dalam percakapan yang berkaitan dengan psikologi. Bahkan di zaman modern, ada kalangan profesional yang mengikuti keyakinan ini, terutama mereka yang berasal dari latar belakang Yahudi-Kristen. Namun, mereka merupakan minoritas; teori-teori utama di bidang ini tetap mayoritas berbasis sekular.
Faktanya, psikolog sendiri cenderung kurang beragama dibandingkan anggota masyarakat umum. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa dibandingkan dengan populasi umum di Amerika Serikat, psikolog lebih dua kali lipat mungkin mengklaim tidak memiliki agama (16% vs. 6%), tiga kali lebih mungkin menyatakan agama tidak penting dalam kehidupan mereka (48% vs. 15%), dan lima kali lebih mungkin menolak kepercayaan pada Tuhan (25% vs. 5%). Mereka juga kurang mungkin berdoa, menjadi anggota jemaat agama, atau menghadiri kegiatan ibadah.
Psikologi Abnormal dan Penyakit Mental
Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (VIDE : Al-Qur’an surat ke 103, ayat 1-3)
Topik gangguan mental sangat luas dan memerlukan buku tersendiri, tetapi kita akan membahas beberapa poin penting di sini. Mungkin ada lebih dari seratus jenis gangguan mental yang dikenal dalam pengalaman manusia. Dua gangguan mental yang paling umum adalah depresi dan kecemasan. Kedua kondisi ini dapat menjadi penyakit yang merugikan yang dapat menyebabkan seseorang mencoba mengakhiri hidupnya akibat penderitaan dan kesedihan yang terkait, dan jikapun tidak demikian, setidaknya merepotkan orang-orang disekitarnya karena reaksi terhadap permasalahan yang buruk. Depresi seringkali merupakan tanggapan terhadap kehilangan di masa lalu atau saat ini, sementara kecemasan umumnya merupakan tanggapan terhadap ancaman kehilangan di masa depan.
Duka adalah aspek batiniah dari pengalaman manusia dan dapat dianggap sebagai lawan dari kebahagiaan. Duka disebutkan dalam Al-Qur’an di beberapa tempat. Allah SWT berfirman kepada Nabi SAW untuk tidak bersedih atas orang-orang kafir.
Dan janganlah engkau (Muhammad) dirisaukan oleh orang-orang yang dengan mudah kembali menjadi kafir; sesungguhnya sedikit pun mereka tidak merugikan Allah. Allah tidak akan memberi bagian (pahala) kepada mereka di akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar. (VIDE : Al-Qur’an surat ke 3, ayat 176)
Boleh jadi engkau (Muhammad) akan membinasakan dirimu (dengan kesedihan), karena mereka (penduduk Mekah) tidak beriman. (VIDE : Al-Qur’an surat ke 26, ayat 3).
Nabi Ya’kub (as) merasa sedih karena kehilangan putranya, Yusuf (as), meskipun dia sabar, bertawakal kepada Allah, dan berusaha merahasiakan kesedihannya. Dan Ya’qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). (VIDE : Al-Qur’an surat ke 12, ayat 84)
Orang-orang merasakan duka pada berbagai waktu karena kesulitan dan tantangan dalam kehidupan, namun pada umumnya itu merupakan keadaan sementara. Depresi berbeda dari duka karena lebih parah dan berkelanjutan, bahkan hingga menjadi kondisi kronis. Istilah Arab untuk depresi adalah ikti’âb, yang berasal dari kata dasar ka’iba, yang berarti merasa sedih, kehilangan semangat, muram, atau sedih. Ini menunjukkan dukacita yang mendalam. Gejala depresi termasuk: suasana hati yang sedih, kehilangan minat pada kegiatan yang menyenangkan, rasa tidak berharga dan bersalah, konsentrasi yang buruk, perubahan dalam nafsu makan dan berat badan (baik peningkatan maupun penurunan), perubahan dalam tidur (baik insomnia, yaitu ketidakmampuan tidur dengan baik, atau hipersomnia, yaitu tidur jauh lebih banyak dari yang diperlukan), dan pemikiran untuk bunuh diri.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi merupakan penyebab utama cacat di seluruh dunia dan penyebab keempat terbesar dari beban penyakit global. Pada tahun 2020, diharapkan dapat mencapai posisi kedua dalam beban penyakit global untuk semua usia dan kedua gender. Setiap tahun, depresi memengaruhi 121 juta orang di seluruh dunia, yang sekitar sepuluh persen merupakan wanita dan enam persen merupakan pria.
Gangguan kecemasan ditandai oleh kegundahan yang mengganggu dan persisten, kekhawatiran dan ketakutan, atau perilaku maladaptif yang mengurangi kecemasan. Gangguan kecemasan yang paling umum adalah:
Gangguan kecemasan. ditandai oleh kegundahan yang mengganggu dan persisten, kekhawatiran dan ketakutan, atau perilaku maladaptif yang mengurangi kecemasan. Gangguan kecemasan yang paling umum adalah:
Gangguan kecemasan umum: perasaan kecemasan dan ketegangan yang persisten, kekhawatiran bahwa hal-hal buruk mungkin terjadi, ketegangan otot, kegelisahan, dan insomnia.
Gangguan panik: serangan panik, yang merupakan episode tiba-tiba dan singkat dari rasa takut intens yang meliputi gejala seperti detak jantung cepat, sesak napas, sensasi tersedak, gemetar, dan pusing. Gejala tersebut sering dianggap sebagai serangan jantung atau penyakit fisik lainnya.
Fobia: ketakutan yang irasional yang berpusat pada objek, aktivitas, atau situasi tertentu seperti ketinggian, darah, hewan, terowongan, atau terbang.
Gangguan obsesif-kompulsif: pikiran obsesif yang berulang-ulang yang menyebabkan kecemasan, diikuti oleh perilaku kompulsif atau berulang-ulang untuk mengurangi kecemasan. Contoh yang paling umum adalah kekhawatiran obsesif dengan kotoran dan kuman, mencuci tangan secara berlebihan, mandi, atau menyikat gigi untuk menghilangkannya.
Sebuah kata yang digunakan dalam Al-Qur’an untuk menandakan stres psikologis adalah “dâqat,” yang berarti menjadi sempit, terkekang, atau terbatas. Juga berarti gelisah, tidak tenang, depresi, atau tertekan. Kata benda “deeq” berarti kecemasan, depresi, kesedihan, kesulitan, atau kegelisahan. Seseorang yang merasa depresi atau cemas akan merasakan penyempitan dan ketegangan, seolah-olah dunia sedang menyusut mengelilingi mereka.
Istilah ini digunakan dalam kisah tiga Sahabat yang gagal bergabung dengan Rasul dalam Pertempuran Tabuk. Ketiga orang itu adalah Ka’b ibn Malik, Hilâl ibn Umayyah dan Murarah ibn ar-Rabee‘ (semoga Allah meridai mereka) dari Ansar [warga Muslim Madinah yang memberi perlindungan kepada Nabi SAW dan muslim pendatang lainnya dari Mekkah]. Terhadap tiga orang yang ditinggalkan (dan ditangguhkan penerimaan tobatnya) hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun (terasa) sempit bagi mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksaan) Allah melainkan kepada-Nya saja, kemudian (setelah itu semua) Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. (VIDE : Al-Qur’an surat ke 9, ayat 118).
Pada awalnya, Nabi Muhammad SAW tidak menerima alasan mereka yang gagal bergabung dalam pertempuran, sehingga umat Muslim mengabaikan mereka selama lima puluh hari dan malam. Ka’b ibn Malik menggambarkan pengalaman ini: “Ketika aku selesai shalat subuh di pagi hari ke lima puluh di atas atap salah satu rumah kami, dalam keadaan seperti yang Allah gambarkan (dalam Al-Qur’an): jiwaku merasa sangat sempit, dan bahkan bumi seakan-akan sempit bagiku meskipun begitu luasnya.” (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Konsep kemurungan atau penyempitan ini juga digunakan dalam Al-Qur’an untuk merujuk pada hati atau dada seseorang. Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (VIDE : Al-Qur’an surat ke 6, ayat 125).
Penyebab Penyakit Mental
Menurut teori ilmiah, gangguan mental memiliki berbagai penyebab, termasuk faktor biologis (genetika atau ketidakseimbangan neurokimia dalam otak), pengalaman belajar, peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, distorsi kognitif, dan sebagainya. Model sosial-kognitif, misalnya :
1. peristiwa negatif dan pemicu stres yang diterjemahkan melalui
2. gaya penjelasan yang merenung dan pesimis, yang menciptakan
3. keadaan putus asa dan depresi yang
4. menghambat cara seseorang berpikir dan bertindak, yang kemudian memicu pengalaman negatif lebih lanjut, seperti penolakan. Beberapa kritikus menyatakan bahwa siklus ini mungkin berbarengan dengan depresi, tetapi tidak selalu menjadi penyebabnya.
Islam mengakui bahwa faktor-faktor ini mungkin memiliki pengaruh. Beberapa gangguan mental mungkin bersifat biologis secara langsung atau dipicu oleh rangkaian peristiwa hidup stres, tetapi teori Islam tentang gangguan mental menekankan konsep penyakit atau kematian rohani. Faktanya, banyak gangguan mental saat ini kemungkinan besar berakar pada fenomena ini. Jiwanya memanggil dalam kesulitan untuk kebutuhan spiritualnya, tetapi panggilan itu tidak direspon. Ini tidak secara otomatis berarti seseorang yang menderita gangguan mental memiliki kekurangan moral, tetapi jarak dari Allah SWT dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan semacam itu. Sebagai contoh, seseorang yang imannya rendah akan kesulitan mencari penjelasan terkait peristiwa hidup, stres, bahkan mudah dipengaruhi oleh jinn.
Penyakit mental ini seringkali tidak nampak di permukaan. Hanya gejala-gejalanya saja yang dapat teridentifikasi. Rumah tangga yang sehat dapat dilihat dari cara komunikasinya, keluarga yang sehat dapat dilihat dari penerimaannya antar anggota keluarga, masyarakat yang sehat dapat dilihat dari kemampuannya mengidentifikasi masalah.
Teori Islam memang mencakup hal-hal yang gaib, termasuk jinn. Ketidaktaatan manusia terhadap Allah SWT membuka jalan bagi jinn dan Iblis untuk dengan mudah menyerang manusia. Melalui sihir, iri hati, hisap hati, dan bahkan pengaruh, jinn dapat menyebabkan berbagai masalah psikologis dan sosial, termasuk kecemasan, kekhawatiran, dan depresi. Allah SWT menyebutkan, “Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika ditimpa malapetaka, mereka berputus asa dan hilang harapannya.” (VIDE : Al-Qur’an surat ke 41, ayat 49). Setan ini dapat merusak kesehatan mental individu, seperti yang telah kita bahas dalam bagian tentang Iblis dan Jin.
Fenomena ini telah dikonfirmasi oleh studi ilmiah. Para faith healers di Arab Saudi melaporkan bahwa gejala psikologis yang paling umum disebabkan oleh pandangan jahat, sihir, atau penunggu jinn meliputi kecemasan, obsesi, dan ketakutan terhadap penyakit yang muncul. Gejala psikologis lain yang diketahui oleh para faith healers termasuk insomnia, ide-ide depresif, benci (terutama terhadap pasangan atau istri gandanya), kejauhan (antara pasangan atau istri gandanya), keaktifan berlebih, keadaan serangan kejang, gangguan psikotik, perubahan kesadaran, gerakan abnormal, keluhan somatik, dan lainnya.
Konseling dan Psikoterapi
Psikoterapi dapat didefinisikan sebagai berikut: Psikoterapi Proses formal interaksi antara dua pihak, masing-masing pihak biasanya terdiri dari satu orang tetapi dengan kemungkinan ada dua atau lebih orang dalam masing-masing pihak, untuk mengurangi distress pada salah satu pihak terkait dengan salah satu atau semua aspek berikut: fungsi kognitif (gangguan pemikiran), fungsi afektif (penderitaan atau ketidaknyamanan emosional), atau fungsi perilaku (ketidakcukupan perilaku), dengan terapis memiliki teori asal-usul, perkembangan, pemeliharaan, dan perubahan kepribadian, bersama dengan metode pengobatan yang logis terkait dengan teori dan persetujuan profesional dan hukum untuk berperan sebagai terapis.
Sayangnya, sebagian besar pelatihan yang tersedia saat ini untuk psikolog dan psikiater bersifat sekuler. Banyak profesional di dunia Islam telah mendapatkan pelatihan di luar negeri dan kemudian kembali untuk berpraktik. Hal ini sering mengakibatkan berbagai jenis masalah, karena mungkin ada ketidaksesuaian antara apa yang ditawarkan oleh profesional melalui proses konseling dan apa yang diharapkan atau diinginkan oleh klien, terlebih bagaimana Islam memandangnya.
Rangkuman dan Kesimpulan
Sifat manusia rumit, dan Allah SWT hanya memberikan pengetahuan yang terbatas kepada kita tentang hal ini, tetapi pengetahuan yang kita miliki dari Al-Qur’an dan Hadits sudah cukup untuk keperluan keberadaan kita dalam kehidupan ini. Bahkan, itu memberikan persis apa yang kita butuhkan untuk menjadi sukses dalam kehidupan ini dan di akhirat.
Dari perspektif Islam, kita adalah makhluk dengan pikiran, tubuh dan emosi, serta jiwa yang memengaruhi dan mengarahkannya. Satu-satunya cara untuk benar-benar mengenal diri atau jiwa seseorang adalah dengan mengetahui Allah SWT. Ini adalah aspek fundamental dari psikologi manusia berdasarkan Alquran dan Sunnah. Teori-teori yang tersedia dalam psikologi kontemporer hanya berfungsi untuk mengalihkan perhatian manusia dari tujuan sebenarnya dalam hidup, yang merupakan penyembahan tulus atau menyerahkan diri kepada Allah. Semua sisi lain adalah sekunder untuk tujuan utama ini. Tumpukan artikel jurnal, bab buku, dan proses konferensi yang berisi teori rumit dan saran ‘ahli’ tidak akan membantu mereka pada hari penghakiman jika mereka telah mengabaikan kebenaran dasar yang diungkapkan oleh Allah. Penelitian mereka, pada kenyataannya, menunjuk kebenaran Islam, tetapi mereka buta terhadap kenyataan ini.
Allah berfirman, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (VIDE : Al-Quran surat ke 59, ayat 19)
Agama Islam menawarkan pendekatan komprehensif untuk membantu individu dalam membersihkan jiwanya dan mencapai tingkat kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraan yang sempurna. Tingkat ini dicapai dengan menyerahkan diri kepada Allah dalam segala hal dan memuji-Nya sesuai dengan yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya, Islam adalah jawaban untuk berbagai macam penyakit, baik rohani, psikologis, emosional, fisik, maupun sosial. Hal yang diperlukan manusia hanyalah mengikuti petunjuk dari Allah SWT, Yang berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putusnya.