
Oleh: Siti Hardianti Rajuli, S.Pd.
Linimasanews.id—Sebanyak 1.623 personel gabungan dari berbagai instansi dikerahkan untuk mengawal unjuk rasa yang digelar aliansi dan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Senin (17/2/2025) di kawasan Patung Kuda, Jakarta. Mereka menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas berbagai kebijakan yang dinilai merugikan rakyat dan mengabaikan prinsip demokrasi (Tangselxpress,17/2/2025).
Aksi bertajuk Indonesia Gelap yang dimotori oleh mahasiswa itu terjadi di berbagai daerah, dengan 13 tuntutan, mulai dari pendidikan gratis dan pembatalan pemangkasan anggaran pendidikan, evaluasi penuh program makan bergizi gratis, hingga reformasi Kepolisian Republik Indonesia.
Sayangnya, tuntutan itu tidak menyentuh akar persoalan. Bahkan, ada yang menawarkan untuk kembali pada demokrasi kerakyatan. Padahal, penerapan sistem demokrasilah yang menjadi akar permasalahan yang membawa nasib rakyat Indonesia gelap di masa mendatang.
Demokrasi makin tidak berpihak pihak kepada rakyat. Buktinya, banyak peraturan serta kebijakan yang justru merugikan rakyat, melainkan pada oligarki yang berkongsi dengan penguasa dan para wakil rakyat, termasuk partai politik.
Terjadinya demo Indonesia Gelap dan ramainya tagar #KaburAjaDulu merupakan bentuk kekecewaan rakyat terhadap para penguasa negeri ini. Sepertinya, hubungan antara penguasa dan rakyat sudah tidak harmonis. Pemimpin yang seharusnya menjadi pelayan rakyat, justru membuat rakyat makin sengsara lewat kebijakan yang tidak masuk akal. Sementara, pernyataan politisi dan pejabat nirempati. Ada yang meminta rakyat untuk memasak dengan cara merebus dan mengukus ketika harga minyak goreng meroket dan langka di pasaran, meminta rakyat berkebun sendiri ketika harga cabai naik.
Bahkan, ketika harga beras naik, ada seruan agar rakyat miskin melakukan diet, jangan banyak makan. Ketika harga telur naik, penguasa minta jangan meributkannya. Pernyataan semacam ini tidaklah pantas keluar dari mulut penguasa yang memang diamanahkan untuk mengurus rakyat.
Inilah tipu daya demokrasi yang mengklaim kedaulatan ada di tangan rakyat, tetapi justru membungkam suara kritis rakyat. Ini adalah bukti bahwa sistem demokrasi adalah sistem rusak dan merusak. Di negeri ini, sistem demokrasi terbukti menjadi pintu yang amat terbuka bagi ragam penghianatan yang dilakukan oleh penguasa dan para pejabat negara. Karenanya, tidak aneh jika kemudian banyak undang-undang yang lebih banyak berpihak kepada oligarki daripada untuk kepentingan rakyat.
Solusi yang Benar
Mahasiswa sudah seharusnya melek politik dan kritis namun juga harus bisa memberikan solusi yang benar. Solusi yang benar ini hanyalah solusi dari Islam.
Di Islam sudah diajarkan aktivitas muhasabah (mengoreksi) kesalahan manusia yang pahalanya besar di sisi Allah. Itulah amar ma’ruf nahi mungkar yang menjadikan umat ini mendapat gelar umat terbaik dari Allah. Seperti firman Allah dalam QS. Ali Imron ayat 110,
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِۗ
‘’Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.’’
Amar ma’ruf nahi mungkar yang terbesar adalah yang ditujukan kepada penguasa, yakni mengkoreksi kezaliman yang dilakukannya terhadap rakyat. Amal ini disebut Nabi sebagai jihad yang paling utama. “Jihad yang paling utama adalah menyatakan keadilan dihadapan penguasa zalim.” (HR. Abu Dawud At-tirmidzi).
Mengoreksi penguasa bukanlah penghinaan atau pelecehan juga bukan membuka aib sesama muslim. Sebab, objeknya adalah kebijakan yang zalim, bukan pribadi mereka. Jika mendiamkan kemungkaran di depan mata bisa mendatangkan siksa Allah, maka upaya menghalang-halangi aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar jelas kemungkaran yang lebih besar lagi.
Mahasiswa seharusnya menjadi agen perubahan untuk mengemban risalah Islam dengan mengoreksi penguasa atas spirit amar makruf nahi mungkar ini dan menyuarakan solusi Islam. Sebab, hanya dengan penerapan sistem Islam meniscayakan masa depan masyarakat gemilang, bukan gelap atau suram. Kalau sistem Islam tidak diterapkan, bukan Indonesia saja yang gelap, tetapi seluruh penjuru bumi akan menuju kegelapan.
Tidak kah kita rindu dengan sistem Islam yang begitu sempurna dan paripurna? Di masa kejayaan Islam, para pemimpinnya benar-benar memperhatikan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu, pemuda seharusnya bergabung bersama kelompok dakwah ideologis agar dapat mengawal perubahan sesuai contoh Rasulullah saw.