
Oleh: Sadiqa, Bogor
Linimasanews.id—Pasca terjadinya Covid-19, puluhan bahkan ratusan ribu pekerja mengalami ketidakpastian. Banyak di antara mereka yang akhirnya dirumahkan ataupun mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Stabilitas ekonomi pun terancam. Kebutuhan primer dan sekunder tak semuanya bisa dipenuhi dengan baik. Peristiwa ini tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di seluruh belahan dunia.
Fenomena Job Hugging
Fenomena job hugging dikenal sebagai fenomena pekerja yang terus berupaya mempertahankan kariryang telah ia dapatkan, tanpa lagi peduli kesulitan yang ditemui. Ia memiliki target yang berlebihan dalam pekerjaan. Semua kepahitan yang terjadi dijalani demi mendapatkan pendapatan untuk menopang hidup. Konsultan Korn Ferry menyampaikan, saat ini banyak karyawan memilih menahan diri daripada mengambil risiko pindah (CNBC Indonesia, 19/9/2025).
Pada fase ini, seorang pekerja tak lagi memiliki motivasi untuk berkembang. Tekanan pekerjaan menjadi sebuah potensi besar terjadinya stres pada karyawan. Perlahan-lahan stres yang mendalam akan membentuk sebuah kepribadian yang akan menyerang mental pekerja.
Dilansir oleh CNN Indonesia (19/9/2025), BoldHR, sebuah organisasi yang bergerak di bidang sumber daya manusia telah meriset pekerja di Australia. Hasilnya, 1 dari 3 manajer mengalami kelelahan Walhasil pekerja tidak lagi produktif, merasa tidak puas dengan pekerjaannya dan menimbulkan rasa jenuh yang berkepanjangan. Para pekerja terjebak dalam kondisi pekerjaan yang tak nyaman bagi emosinya. Penyandang job hugging sangat khawatir kehilangan pekerjaannya karena akan berdampak pada keamanan dan kestabilan finansial.
Job hugging merupakan contoh nyata gagalnya negara yang menganut sistem kapitalis. Negara tidak bisa hadir untuk memberikan lapangan kerja bagi rakyatnya. Pekerjaan hanya dipandang sebagai urusan pribadi rakyat, bukanlah tanggung jawab yang harus diemban negara.
Dengan kondisi ini, swasta mengambil alih kewajiban negara dalam menyediakan lapangan kerja, namun dengan konsekuensi memeras keringat rakyat. Inilah pandangan kaum kapitalis yang hanya berpatokan pada keuntungan belaka. Negara hanya diberi kesempatan untuk menjadi regulator yang peraturannya pun hanya untuk kepentingan segelintir kelompok.
Mirisnya, kondisi ini diperparah dengan meningkatnya kegiatan ekonomi non-riil dan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI). Ekonomi non-riil ini tidak berwujud fisik atau barang dan memiliki nilai finansial yang berfokus pada bidang keuangan. Contoh dari kegiatan ekonomi non riil berupa saham, deposito, reksadana, obligasi yang asetnya berupa emas atau sebidang tanah. Sedangkan AI merupakan teknologi kecerdasan buatan yang mampu memiliki peran yang sama seperti manusia dalam melakukan berbagai hal kompleks. Tujuan digunakan AI ini antara lain untuk meningkatkan produktivitas kerja, teknologi otomatisasi dan personalisasi interaksi sesuai kebutuhan pengguna. Secara langsung dua hal di atas menjadi saingan yang tak terbantahkan untuk menggeser peran pekerja.
Islam Solusi
Hukum syariah Islam menjamin kebutuhan rakyat dipenuhi oleh negara. Rakyat diberikan kesempatan untuk bekerja di industri yang telah dibangun oleh negara. Rakyat diberikan peluang untuk menjadi pebisnis dengan bantuan modal dan pinjaman yang bebas riba. Negara memberikan tanah yang produktif agar bisa dimanfaatkan oleh rakyat. Negara membekali rakyatnya dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan dalam bekerja.
Negara bertanggung jawab penuh dalam mengurus kemaslahatan rakyat. Hal ini dipertegas dalam hadis, “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam Islam, pendidikan dan pekerjaan selalu dibingkai dengan ruh dan keimanan, sehingga rakyat melakukan pekerjaan dengan dorongan ibadah untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Ketakwaan seorang Muslim dalam bekerja akan membuatnya takut jika melakukan hal-hal yang tidak baik. Penilaiannya dalam berbuat senantiasa menggunakan standar halal-haram sehingga menjauhkan dirinya dari dosa dan maksiat.
Negara yang mengurusi rakyat pun senantiasa bergerak dan bekerja dengan dorongan ibadah, sehingga tidak akan abai pada tanggung jawab serta bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi dengan tepat, cepat dan cerdas.