
Oleh: Sriyama
Linimasanews.id—Jajaran anggota Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah selesai mengikuti Akademi Militer atau Akmil di Magelang, Jawa Tengah yang dilaksanakan selama 3 hari mulai Jumat 25-27 Oktober (Liputan6.com, 27/10/2024).
Para pejabat siap bekerja setelah pembekalan atau retreat di Magelang. Retreat diselenggarakan dengan tujuan untuk menyatukan visi dan misi. Membentuk bounding dan team building dalam mewujudukan persamaan visi dan misi antara pemimpin dan pejabat pembantu pemerintahan sangat dibutuhkan untuk mengurusi rakyat.
Pembekalan pejabat sangat wajar dilakukan. Namun, harus diperhatikan, rakyat bukan hanya membutuhkan pejabat yang disiplin dan sinergi, tetapi harus punya visi baru untuk perubahan.
Faktanya, sepanjang penerapan sistem sekularisme-kapitalisme di negeri ini, keadilan, kesejahteraan dan keamanan tak kunjung datang. Hal ini membuktikan bahwa sistem ini telah gagal mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Hal ini disebabkan karena sistem ini tegak di atas kebatilan.
Sistem kapitalisme-sekularisme ini menolak aturan yang berasal dari Allah Swt., Sang Pencipta dan Maha Pengatur manusia. Sistem ini meletakan kedaulatan hukum di tangan manusia. Manusia diberi hak sepenuhnya dan kebebasan mutlak dalam membuat aturan sendiri untuk mengatur kehidupan manusia. Karena itu, terlihat jelas kebatilannya karena bertolak belakang dengan fitrah manusia. Hasilnya, jelas membawa kemudaratan dan kerusakan.
Pada faktanya, pejabat dalam sistem ini dipilih karena spirit bagi-bagi kue kekuasaan, bukan berdasarkan pada integritas atau profesionalitas kerja. Sebagaimana dikatakan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, adanya tukar guling antara partai menjadi bukti hal tersebut.
Karena itu, umat seharusnya sadar untuk tidak lagi berharap pada sistem kapitalisme sekularisme demokrasi jika mengharapkan perubahan atau terwujudnya kesejahteraan dan keadilan. Melainkan, kembali pada sistem Islam dalam mengatur urusan manusia.
Dalam Islam, pejabat dipilih dalam rangka sebagai pembantu pelaksanaan tugas pemimpin negara, bukan atas dasar bagi-bagi kue kekuasaan atau atas politik balas budi. Dalam Islam, khalifah mengangkat, menunjuk dan memberhentikan para muawin dan para wali atau gubernur termasuk para amil untuk membantu kepala negara menjalankan pemerintahan sesuai dengan syariat Islam.
Amanah ini tugas yang mudah. Rasulullah saw. mewanti-wanti agar memilih pejabat yang terbaik di antara yang terbaik. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa memegang suatu urusan kaum muslim kemudian ia mengangkat seseorang untuk menjadi pejabat padahal ia mengetahui ada orang lain yang lebih baik bagi kemaslahatan kaum muslimin, maka sungguh ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.” (As-siyasah al syar’ iyyah oleh Ibnu At -Taimiyah Hal. 4)
Inilah dimensi pemerintahan khas dalam Islam, yakni memangku jabatan politik bukanlah hak, melainkan taklif dan amanah. Jabatan bukan sesuatu yang patut dibangga-banggakan demi eksistensi diri atau diperebutkan, apalagi jalan untuk memperkaya diri atau golongan. Jabatan merupakan amanah yang besar dan perkara berat yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt., dunia dan akherat.
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang diamanahi Allah untuk memimpin rakyat lalu ia tidak memimpinnya dengan baik maka ia tidak akan dapat merasakan bau surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Seperti inilah pandangan Islam mengenai jabatan. Jabatan harus diamanahkan kepada orang yang terbaik di antara yang terbaik. Karena, amanah jabatan sungguh berat pertanggungjawabannya di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, kepala negara diperintahkan untuk memperhatikan kualitas individu yang dipilihnya. Mereka dipilih dari orang-orang yang terbaik di antara yang baik. Mereka dipilih dari orang-orang yang memiliki integritas atau syakhsiyah Islam yang tinggi dan punya kapabilitas dan jauh dari konflik kepentingan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin an- Nabhani dalam kitab asy -Syakhsiyah jus 2 halaman 95, Imam Ibnu Taimiyyah dalam kitab As-siyasah asy-Sar’iyyah, dan kitab-kitab Fiqih As-siyasah lainnya.
Selain itu, dalam sistem Islam, aturan yang diterapkan adalah aturan Allah Swt. yang sudah pasti, yang mengikat semua pihak, baik pejabat, aparat, ataupun rakyat. Ketaatan kepada aturan Allah ini yang menjadikan hidup sejahtera, terwujud rahmatan bagi seluruh alam. Sebagaimana firman Allah Swt., “Jikalau sekiranya penduduk negeri -Negeri beriman dan bertaqwa pastilah kami akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatanya.” ( QS: al-A’raf- 96).