
Oleh: Iffah Komalasari (Pengajar di STT Hagia Sophia Sumedang)
Linimasanews.id—Sungguh pilu, menyaksikan puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, beberapa hari kemarin terpaksa membuang susu hasil panen mereka. Sebelumnya, mereka sudah membagi-bagikan susu secara gratis kepada warga di kawasan Simpang Lima Boyolali Kota. Lebih dari 500 liter susu ludes diberikan secara cuma-cuma kepada warga sekitar lokasi hanya dalam waktu sekitar dari 15 menit (tempo.co, 8/11/2024).
Tidak hanya membagikan susu gratis, ratusan peternak sapi perah, peloper hingga pengepul susu sapi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah juga menggelar aksi membuang susu dengan mandi susu di Tugu Patung Susu Tumpah Kota Boyolali, Sabtu (9/11/2024) (rm.id, 10/11/2024 ). Bahkan, ada susu yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPS) Winong Boyolali.
Sesampainya di lokasi pembuangan, tampak pemandangan mengiris hati. Bagaimana tidak, ribuan liter susu dalam drum hasil jerih payah para peternak tersebut dituangkan begitu saja dari atas bak mobil pikap (kba.one, 10/11/2024). Semua hal itu dilakukan sebagai bentuk protes lantaran pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu itu. (kompas.com, 12/11/2024). Pembatasan itu berlaku sejak September lalu. Menurut catatan Dewan Persusuan Nasional (DPN), ada lebih dari 200 ton susu segar per hari yang terpaksa harus dibuang oleh para peternak (republika.co.id, 11/11/2024). Kondisi ini benar-benar memilukan hati.
Penyebab Peternak Susu Sapi Merugi
Kebijakan impor yang dilakukan oleh pemerintah diduga menjadi sebab peternak sapi kesulitan menyalurkan susu sapi ke industri pengolahan susu sapi. Apalagi ada wacana terbaru bahwa Kementan akan mengundang investor Vietnam untuk memenuhi 1,8 juta ton susu sapi program Makan Bergizi Gratis (MBG) (liputan6.com, 9/11/2024). Artinya, negara sendiri tidak memberi jaminan perlindungan terhadap usaha peternak sapi perah lokal dan menjamin kepastian pasar dari susu segar yang mereka hasilkan.
Memang betul, ada penyebab lain terkait menurunnya penerimaan susu oleh industri pengolah susu seperti maintenance pabrik, daya beli masyarakat turun, ataupun ada perbaikan grade standar kualitas. Hanya saja, tidak adanya alternatif lain untuk penyerapan susu lokal ini akibat adanya pembatasan penerimaan susu oleh pabrik, jelas merugikan para peternak sapi. Jaminan perlindungan peternak susu sapi seharusnya menjadi tanggung jawab negara bukan komunitas masyarakat.
Adanya negara memang seharusnya untuk mengurus kepentingan rakyat. Negara seharusnya melindungi nasib peternak melalui kebijakan yang berpihak pada peternak. Baik dalam hal menjaga mutu maupun dalam menampung hasil susu dan lainnya.
Namun faktanya, negara ini terjerat oleh sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan negara sebagai regulator, bukan raa’in (pengurus). Fungsi regulator ini sangat dibutuhkan oleh para pemodal untuk melakukan monopoli pasar. Negara berparadigma kapitalisme tentu akan menerapkan kebijakan sistem ekonomi kapitalisme yang berpihak pada penguasa. Negara berparadigma kapitalisme juga akan mudah mengeluarkan kebijakan import dengan klaim sedang memenuhi stok kebutuhan nasional.
Padahal kebijakan impor ini bisa menjadi celah keterlibatan para pemburu rente untuk mendapatkan keuntungan dari impor susu. Hilangnya fungsi raa’in membuat para peternak mendapatkan nasib buruk. Hal ini karena mereka tidak mendapat jaminan perlindungan dari negara.
Umat Butuh Negara sebagai Raa’in
Aksi pembuangan susu secara masal ini, seharusnya menyadarkan umat bahwa mereka butuh penguasa yang berperan sebagai raa’in. Penguasa sebagai raa’in mustahil lahir dari sistem kapitalisme. Dalam Islam, syariat tegas menempatkan negara adalah pengurus (raa’in) yang bertanggung jawab atas kebutuhan rakyatnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Imam/khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dialah yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Dengan ketetapan ini, negara yang menerapkan sistem Islam yakni negara Khilafah dipastikan akan berdiri di tengah rakyat dan menyolusi dengan syariat demi mewujudkan kemaslahatan rakyat, seperti kebijakan terkait penyerapan susu sapi peternak lokal. Di dalam Khilafah, negara akan mengupayakan tidak akan adanya aksi pembuangan susu massal dari usaha rakyat sendiri.
Visi kebijakan negara Khilafah akan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Maka Khilafah akan memastikan penyerapan susu sesuai dengan kebutuhan nasional. Apalagi susu merupakan produk yang dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi. Khilafah akan menghitung kebutuhan susu nasional dan kemampuan para peternak lokal dalam menyediakannya.
Setelah itu, Khilafah akan membuat kebijakan distribusi bisa menjual produknya kepada konsumen, baik itu konsumen rumah tangga industri ataupun pasar. Khilafah juga Juga memastikan peternak susu lokal bisa menghasilkan kualitas susu sesuai standar sehingga para konsumen mendapat susu terbaik dari para peternak. Di samping itu, Khilafah hanya akan mengeluarkan kebijakan impor susu jika kebutuhan dalam negeri memang benar-benar tidak bisa dipenuhi oleh peternak lokal.
Sekalipun kebijakan ini diambil mekanisme impor yang berlaku bisa dari para pedagang ke pedagang. Konsep seperti ini akan menutup celah permainan para mafia yang memanfaatkan kebijakan impor untuk kepentingan pribadi. Bahkan jika ada permainan para mafia susu di pasar, Khilafah akan segera menindak tegas dan memberi sanksi kepada mereka. Demikianlah posisi Khilafah sebagai ra’iin ditujukan kepada umat termasuk kepada para peternak susu. Bukankah negara seperti ini yang diharapkan rakyat. Wallahualam.